Rabu, 22 September 2021

MENERAPKAN DISIPLIN POSITIF PADA ANAK

Assalamu'alaikum, sahabat pena. 

Hallo guys, gimana kabarnya? Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat dan selalu bahagia,,,Aamiin. Lewat tulisan ini aku akan menyampaikan sedikit ilmu yang insyaAllah bisa bermanfaat untuk teman-teman para pembaca setia blogku.

MENERAPKAN DISIPLIN POSITIF PADA ANAK

Sebagai orang tua yang bijaksana sudah semestinya harus memahami pola asuh yang tepat untuk sang buah hati. Moms and Dads harus melakukan pendekatan pengasuhan yang menyediakan kesempatan bagi anak untuk berlatih tanggung jawab dan motivasi. Maka dari itu, sebelum saya berbagi pembahasan mengenai penerapan disiplin yang positif pada anak, disini saya akan menjelaskan mengenai gaya pengasuhan pada anak terlebih dahulu. Dikembangkan dari teori pola asuh menurut Diana Baumrind yang membagi 3 gaya pengasuhan yang dapat diterapkan pada anak, yaitu strictness, authoritative, dan permisiveness. Adapun penjelasan dari ketiga gaya pengasuhan pada anak sebagai berikut:

No.

Bentuk Pola Asuh

Ciri-ciri

1

Strictness (dalam teori Baumrind disebut dengan pola asuh authoritarian atau otoriter)



·   Anak tidak dilibatkan sama sekali dalam suatu keputusan

· Memperlakukan anak dengan tegas atau pengontrolan tingkah laku anak sangat ketat.

· Sering menghukung anak yang dianggap tidak sesuai dengan keinginan orang tua.

·   Kurang memiliki kasih sayang.

·   Kurang simpatik.

· Mudah menyalahkan segala aktifitas anak terutama ketika anak ingin berlaku kreatif.

· Memaksakan anak-anaknya untuk patuh terhadap aturan-aturan yang sudah ditetapkan orang tua.

· Berusaha membentuk tingkah laku, sikap, serta cenderung mengekang keinginan anak.

·   Tidak mendorong anak untuk mandiri.

·  Jarang memberikan pujian ketika anak sudah mendapatkan prestasi atau melakukan sesuatu yang baik.

· Hak anak sangat dibatasi tetapi dituntut untuk mempunyai tanggung jawab sebagaimana halnya orang dewasa.

·   Mengharuskan anak untuk tunduk dan patuh terhadap orang tua yang memaksakan kehendaknya.

· Sering menghukum anak dengan hukuman fisik, serta terlalu banyak mengatur kehidupan anak sehingga anak tidak dibiarkan untuk mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.

2

Authoritative



· Sebisa mungkin melibatkan anak. Jika tidak bisa, hadirkan kebaikan, hormat, dan martabat.

·  Hak dan kewajiban antara anak dan orang tua diberikan secara seimbang.

·    Saling melengkapi satu sama lain, orang tua yang menerima dan melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang terkait dengan pengambilan keputusan keluarga.

·   Memiliki tingkat pengadilan yang tinggi dan mengharuskan anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial sesuai usia dan kemampuan mereka, tetapi mereka tetap memberi kehangatan, dan komunikasi dua arah.

· Memeberikan penjelasan dan alasan atas hukuman yang diberikan orang tua kepada anak.

·   Selalu mendukung apa yang dilakukan oleh anak tanpa membatasi segala potensi yang dimilikinya setas kreativitasnya, namun tetap membimbing dan mengarahkan anak.

· Dalam bertindak/ bersikap kepada anak selalu memberikan alasan kepada anak.

· Mendorong untuk saling membantu dan bertindak secara objektif.

·   Orang tua cenderung tegas, tetapi kreatif dan percaya diri, mandiri, bahagia, serta memiliki tanggung jawab sosial.

· Orang tua memiliki sikap bebas namun masih dalam batas-batas normatif.

3

Permisiveness



· Tidak ada keputusan sama sekali dari orang tua dan anak.

· Orang tua memberikan kebebasan kepada anak seluas mungkin.

· Anak tidak dituntut untuk belajar bertanggung jawab.

·  Anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur diri sendiri.

· Orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga anak tidak diberi kesempatan untuk mengatur diri sendiri dan kewenangan untuk mengatur dirirnya sendiri.

·   Orang tua kurang peduli pada anak.


Nah, moms and dads dari penjelasan mengenai gaya pengasuhan pada anak di atas, moms and dads termasuk menerapkan pola asuh yang mana nih? Strictness? atau Authoritative? atau Permisiveness? Dari ketiganya tentunya akan ada dampak posititf dan negatifnya ya moms and dads. Jadi, sebagai orang tua juga harus cerdas dalam menerapkan gaya pengasuhan di berbagai kondisi yang berbeda-beda. Pahamilah karakter dan kepribadian anak agar memudahkan para orang tua dalam membentuk sikap disiplin pada anak dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan disiplin positif? Disiplin itu sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri atau orang lain, bahkan dalam situasi sulit. Sedangkan displin positif ini berkaitan dengan sebuah pendekatan dalam menerapkan sikap disiplin pada anak tanpa otoriter atau permisif. Selain itu juga dalam disiplin positif ini juga diusahakan tidak menghina anak maupun orang tua (tidak memberikan dampak negatif pada anak maupun orang tua). 

Perlu diingat ya Moms and Dads anak-anak berhak diperlakukan dengan bermartabat dan hormat. Dengan begitu maka akan menumbuhkan sikap disiplin yang positif. Pertanyaannya adalah Memperlakukan anak dengan bermartabat dan hormat itu seperti apa sih Moms and Dads? Yuk langsung disimak aja ada 5 kriteria, sebagai berikut:

  1. KIND & FIRM (Penuh hormat dan Mendorong anak), Cobalah untuk lebih dekat dengan anak, dan bangun kedekatan emosional yang baik pada anak. Setelah itu berikan dukungan dan motivasi terhadap tindakan positif yang dilakukan oleh anak. 
  2. BELONGING & SIGNIFICANCE (Dengan membentuk koneksi yang erat), Ciptakan hubungan yang erat antara orang tua dengan anak. Setelah terbentuk hubungan yang erat maka sebagai orang tua akan lebih mudah dalam mengarahkan peraturan yang sudah dibuat bersama anak. Perlu diingat bahwa anak tidak akan mendengarkan orang tua kalau kita sebagai orang tua tidak mau mendengarkan anak terlebih dahulu. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan orang tua yaitu dengarkan anak terlebih dahulu dengan cermat dan teliti apa maunya anak, setelah itu cobalah untuk validasi perasaan yang dirasakan pada anak, kemudian tanyakan curiosity questions (asking vs telling) disini orang tua akan melatih anak dalam berfikir kritis dalam mengambil sebuah keputusan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Selain itu juga, orang tua memberikan kesempatan untuk bercerita. Dan yang terakhir yaitu luangkan waktu anda untuk bisa mengobrol santai bersama dengan menerapkan program #30haringobrol. 
  3. EFEKTIF JANGKA PANJANG (Karena hukuman bisa efektif jangka pendek tapi tidak jangka panjang), memberikan hukuman yang berat tanpa memberikan penjelasan kesalahan yang sudah dilakukan oleh anak, tidak akan membantu anak menjadi belajar dari kesalahan. Namun, kemungkinan yang akan terjadi yaitu anak akan mengulangi kesalahan tersebut karna sebelumnya tidak memahami kesalahan yang dilakukannya. Selain itu juga, hukuman yang berat pada anak bukan membuat anak menyesali dengan kesalahan yang diperbuat melainkan akan membentuk psikis yang kurang baik pada anak bahkan bisa menyebabkan memunculkan trauma pada anak. 
  4. AJARKAN SKILL HIDUP & SOSIAL (Untuk mengembangkan karakter yang baik), Pengasuhan orang tua sangat mempengaruhi kemampuan dan pembentukan karakter anak-anak dalam melakukan aktivitas di kehidupan sehari-hari. Karakter anak akan terbentuk dari kebiasaan yang dilakukannya dan orang tua bisa mempengaruhi baik atau buruk dalam pembentukan kebiasaan pada anak. Maka dari itu mulai sejak dini orang tua sudah mengajarkan skill hidup dan sosial yang baik agar dapat membentuk kebiasaan baik pada anak. 
  5. BERI KESEMPATAN ANAK (Mengenal kemampuan dirinya dan menggunakannya dengan konstruktif), Berikan kebebasan pada anak dalam mengeksplore kemampuan dan potensi dirinya tetapi sebagai orang tua memiliki tanggung jawab untuk tetap mengawasi apa yang dikerjakan oleh anak. Sehingga orang tua juga berhak mengarahkan dan menasihati anak agar anak tidak salah jalan dalam menentukan tujuan hidupnya. 
Moms and Dads yang paling utama dan harus dipahami dalam pembentukan disiplin positif ini yaitu pentingnya RUTINITAS. Tapi bagaimana sebagai orang tua dapat membiasakan rutinitas yang baik pada anak yang dimana anak pada usia balita masih memiliki perasaan egosentris? Nah, berikut teknik yang dapat diterapkan pada anak dalam pembentukan disiplin positif, sebagai berikut:
  1. Time for training, berikan waktu pada anak untuk melatih dirinya agar bisa tumbuh menjadi anak yang mandiri. Dalam melatih anak untuk disiplin maka orang tua wajib bisa mengajarkan dan mencontohkan terlebih dahulu. Misalnya, sikap disiplin untuk membiasakan membereskan mainannya setelah bermain. Salah satunya yaitu dengan memberikan perkataan ajakan seperti "Yuk, kita belajar merapihkan mainan setelah kita bermain". Berikan kesempatan anak untuk terus mencoba hal yang baru. Ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan oleh moms and dads, yaitu Specific dalam mengajarkan sesuatu; Mencoba untuk mencontohkan secara jelas serta dapat dipahami anak bukan mengatakan atau memerintahkan saja; Orang tua harus menyesuaikan dengan tugas dan tahapan perkembangan pada anak sehingga moms and dads wajib mengetahui kemampuan pada anak. 
  2. Involving children create routine, wajib sebagai orang tua melibatkan anak dalam pembuatan rutinitas atau pembuatan peraturan untuk pendisiplinan. Teknik ini akan menumbuhkan anak menjadi orang yang bertanggung jawab atas apa yang sudah menjadi komitmennya atau menjadi pilihannya. Ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan oleh mom and dads ketika melibatkan anak dalam pembuatan disiplin, yaitu cobalah fokus pada solusi dalam sebuah permasalahan yang sedang dihadapi, Hindari sistem reward and punishment, dan anak akan lebih patuh terhadap aturan yang dia turut serta menyusunnya. Dalam menegur anak maka gunakan bahasa yang tepat dengan kalimat yang mudah dipahami dan usahakan tidak menggunakan kata jangan atau tidak. 
  3. Problem solving, sertakan anak dalam penyelesaian sebuah permasalahan. Dengan mengikut sertakan dan membiasakan anak dalam melakukan problem solving maka akan melatih anak untuk berfikir kritis. Ada poin penting yang harus diketahui oleh moms and dads dan harus dijelaskan kepada anak yaitu menjelaskan dan paham bahwa kesalahan adalah kesempatan untuk belajar; Berikan pengawasan pada anak tetapi jangan terlalu banyak melarang karena akan menyebabkan adanya rasa takut yang dapat menyebabkan anak tidak mau untuk mencoba hal baru; Pengalihan perhatian dengan memberikan opsi lain pada anak; Dalam mencari problem solving harus memuaskan kedua belah pihak.  
  4. Following through with kindness and firmness, Menindaklanjuti dengan kebaikan dan ketegasan ini sangatlah penting dalam penerapan disiplin yang positif bagi anak dan orang tua. Kebanyakan orang tua di luar sana yang terlihat orang tua yang galak sehingga ditakuti oleh anaknya. Namun, seharusnya kita sebagai orang tua harus bisa menjadi teman dekat anak tetapi tetap dipatuhi oleh anak. Bagaimana caranya agar anak tetap patuh kepada orang tua? Salah satunya yaitu dengan tetap baik namun tegas pada setiap peraturan yang sudah disepakati bagi anak dan orang tua. Adapun poin penting yang bisa dilakukan oleh mom and dads yaitu Tegakan aturan yang sudah dibuat; Tegakkan tanpa emosi, marah, dan menyalahkan tetapi lakukanlah dengan hormat; Konsisten dalam menegakan peraturan dan selalu ingat anak akan selalu menguji keimanan kita. Jadi kunci dalam menerapkan pendisiplinan pada anak yaitu konsisten dan do'a (Berdo'a agar bisa diberikan kesabaran untuk mendidik dan menumbuhkan anak yang memiliki akhlak baik, sholeh dan sholehah). 
Gimana Moms and Dads, sekarang sudah tahu kan cara menerapkan disiplin positif pada anak dan pola asuh pada anak yang tepat. Yuk kita praktekkan Moms and Dads! Membangun disiplin anak sehari-hari dengan cara yang kreatif menggunakan teknik-teknik yang sudah kita pelajari. 

Ingat ya Moms and Dads, anak bisa hebat dan memiliki karakter yang baik itu karena didikan dari orang tua yang hebat, cerdas dan baik juga. Maka dari itu, sebelum memutuskan siap menikah kita harus memiliki pembekalan ilmu mengenai pola asuh anak. 


Sekian dan terima kasih, semoga dapat bermanfaat. 
Tetap tersenyum dan ciptakan kebahagiaan di sekitarmuπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ’ž

Wassalamu'alaikum, salam literasi. 

Senin, 28 Juni 2021

PARENTING

Assalamu'alaikum, sahabat pena. 

Hallo guys, gimana kabar kalian? Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat dan selalu bahagia,,,Aamiin. Lewat tulisan ini aku akan melanjutkan menyampaikan sedikit ilmu yang insyaAllah bisa bermanfaat untuk teman-teman para pembaca. 


MITOS & FAKTA PENDISIPLINAN ANAK SERTA HAL YANG HARUS DIHINDARI


MITOS

FAKTA

1)    Anak kecil itu wajar kalua ingin tahu dan mencoba banyak hal, jadi TIDAK BOLEH DILARANG-LARANG.

1.     Berikan kesempatan, tapi BOLEH DILARANG jika terdapat kemungkinan 3M (Menyakiti diri sendiri, Menyakiti orang lain, dan Merusak barang).

2)    Disiplin baru bisa diterapkan ketika anak sudah cukup dewasa dan “mengerti” (misal: usia sekolah).

2.     Salah satu bentuk pendisiplinan adalah rutinitas. Rutinitas bisa dikenalkan sejak bayi.

3)    Tidak boleh berkata “JANGAN”.

3.     Boleh, tapi sebaiknya tidak terlalu sering. Orang tua dapat memberikan alternatif kata jangan.

Sebagian Ayah, Bunda bahkan sebagian orang pun dalam mengasuh anak kecil pasti sering menggunakan kata jangan untuk melarang anak-anak. Tapi ternyata faktanya kita sebagai orang tua tidak baik loh kalau sering menggunakan kata JANGAN ke anak. Hal tersebut akan berdampak pada ketidakpercayaan anak; anak cenderung akan tumbuh menjadi orang yang penakut, dan sulit dalam pengambilan keputusan. Lalu bagaimana apabila kita sudah terbiasa dengan kata jangan? maka yang harus kita lakukan yaitu mencari kata alternatif dari kata jangan. Yuk di simak apa saja yang bisa menjadi alternatif dari kata JANGAN. 

ALTERNATIF KATA JANGAN

  1. Alasan Logis, berikan alasan yang logis pada anak maka dengan begitu anak akan menerima alasan mengapa ia tidak boleh melakukan hal yang dilarang tersebut. Misal: Anak-anak senang lompat-lompat di kursi. Maka cara kita untuk melarangnya yaitu dengan mengakatakan kepada anak "Kalau lompat-lompat di kursi nanti kamu jatuh"; atau bisa dengan mengatakan atau menjelaskan fungsi dari kursi "kursi ini untuk tempat duduk, bukan untuk lompat-lompat" dan masih banyak lagi kalimat yang dapat digunakan untuk menggantikan kata JANGAN. 
  2. Pemberian Alternatif, memberikan kebebasan pada anak untuk membuat pilihan agar ia tidak lagi melakukan hal yang dilarang. Dengan membiarkan anak memilih maka akan membuat anak dapat lebih kooperatif. 
  3. Boleh, tapi... Mengganti kata "jangan" dengan mengatakan boleh, tapi....Misal: mengatakan "boleh main, tapi selesaikan dulu makanannya ya". Dengan begitu maka anak akan lebih mengerti dan menerima maksud dari apa yang kita inginkan dan apa yang kita katakan, dibandingkan dengan kita menggunakan kata"jangan". 
Dalam pendisiplinan anak ada beberapa hal yang harus dihindari yaitu, sebagai berikut:

HAL-HAL YANG PERLU DI HINDARI 
  1. Mengancam, membentak, melakukan hukuman fisik. Bila anak masih melanggar atau melakukan kesalahan, tidak perlu berteriak untuk mengingatkannya. Maka yang harus dihindari oleh para orang tua yaitu pemahaman atau Statement tentang anak akan "mendengarkan" orang tua ketika nada atau volume suara sudah naik; meningkatkan level stress orang tua dan menurunkan kepercayaan diri anak; dan meningkatnya risiko anak mengalami gangguan emosional dan perilaku. Jadi, bila anak masih melanggar atau melakukan kesalahan, tidak perlu berteriak untuk mengingatkannya, cukup lakukan pendekatan dengan penuh kasih sayang dan perlahan agar anak bisa memperkuat dirinya dengan cara memperbaiki kesalahannya. Perlu sekali diperhatikan juga jangan sekali-kali kita menggunakan kekerasan, baik yang dapat menimbulkan luka maupun yang tidak seperti contohnya memukul, menampar, mencubit, mengguncang badan, dll. Yang terpenting orang tua tidak boleh menyerang secara verbal, karena hal tersebut dapat memberikan dampak pada mental si anak. 
  2. Berbohong. Would you trust a liar? Sebagai orang tua harus menghindari sikap berbohong kepada anak karena hal tersebut dapat menyebabkan anak tidak percaya kepada orang tua. Selain itu, sudah diwajibkan juga sebagai orang tua harus menanamkan bibit kejujuran pada anak. Bibit kejujuran perlu ditanamkan sejak dini. Bibit itu harus dipupuk dan dirawat hingga kelak menjadi pohon yang kuat dan memberi berkah kepada orang lain. Tentunya dalam menanamkan bibit kejujuran ini, sangatlah dibutuhkan peran orang tua atau keluarga. Mengapa? Karena keluarga adalah komunitas utama dan pertama dalam menyemai bibit kejujuran. Orang tua harus menghindari mengajarkan berbohong kepada anak misalnya "saat ada tamu, si anak di suruh menemui tamu dan mengatakan ayah-bundanya pergi ke luar kota, padahal orang tuanya sedang tidur di kamar. Kebohongan semacam ini sering dianggap sepele padahal dari sinilah sistem kebohongan itu dibangun secara masif. 
  3. Memberi Label Negatif. Ayah bunda sebaiknya lebih memperhatikan dengan perkataan yang diucapkan pada anaknya. Jangan biarkan orang tua memberikan label negatif pada anak. Bagi orang tua harus tahu bahwa anak dapat menjadi sebaik atau seburuk label yang diberikan padanya. Selain itu juga, yang perlu diketahui bahwa perkataan yang diucapkan orang tua secara berulang-ulang akan menjadi inner voice anak. 
Pesan singkat yang perlu diperhatikan yaitu penting sekali bagi ayah dan bunda pahami dan selalu diingat bahwa anak sangat membutuhkan apresiasi dari orang tuanya. Maka dari itu, jangan lupa berikan apresiasi pad anak ketika anak tersebut melakukan hal positif. Bentuk apresiasi kepada anak tidak hanya pada bentuk materi tetapi bisa juga dengan perilaku. Cukup dengan kehadiran orang tua untuk anak, berikan kasih sayang kepadanya atau berikan emosi yang positif kepada anak. Sudahkan kalian para orang tua selalu ada untuk anak? meluangkan waktunya untuk anak? Quality time dengan anak? 😊



Ingat ya ayah bunda, anak bisa hebat dan memiliki karakter yang baik itu karena didikan dari orang tua yang hebat, cerdas dan baik juga. Maka dari itu, sebelum memutuskan siap menikah kita harus memiliki pembekalan ilmu mengenai pola asuh anak. 


Sekian dan terima kasih, semoga dapat bermanfaat. 
Tetap tersenyum dan ciptakan kebahagiaan di sekitarmuπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ’ž

Wassalamu'alaikum, salam literasi. 

Selasa, 01 Juni 2021

Tips Agar Si Kecil Paham Aturan & Disiplin Tanpa Harus Marah Atau Bentak

Assalamu'alaikum, sahabat pena. 

Hallo guys, gimana kabar kalian? Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat dan selalu bahagia,,,Aamiin. Lewat tulisan ini aku akan menyampaikan sedikit ilmu yang insyaAllah bisa bermanfaat untuk teman-teman para pembaca setia blogku. Sebagai pengantar ada kata-kata yang ingin ku sampaikan sebagai penyemangat teman-teman di luar sana yang ingin mencoba memulai menulis tapi masih ragu atau takut. 

"Tak lelahnya tangan ini untuk menuliskan sebuah tulisan dalam sebuah karya. Pikiran ini yang akan selalu berkarya menumpahkan ide pemikiran dalam sebuah tulisan. Tulisan yang akan berubah menjadi kenangan dan tak kan terlupakan. Mengharapkan semoga bisa menebarkan kebermanfaatan. Teruslah berkarya saat raga ini mampu untuk melakukannya. Karya tak akan hilang dan pupus. Walaupun raga ini telah meninggalkan alam semesta. Tulisan ini akan selalu tersimpan dan dikenang."

TIPS AGAR SI KECIL PAHAM ATURAN & DISIPLIN TANPA HARUS MARAH ATAU MEMBENTAK


Dengan kesempatan kali ini, aku mau sedikit membagi ilmu untuk para bunda, ayah di luar sana nih, yaitu mengenai mendidik anak secara tepat agar anak dapat disiplin. Nah, ternyata ilmu ini tak hanya diketahui oleh para ayah bunda aja nih tapi, bagi anak muda millenial yang akan menjadi calon orang tua juga harus tahu loh. Jadi, jangan lupa baca tulisan aku sampai akhir ya😊. Yuk langsung aja di simak. 

Beberapa keluhan dari orang tua yang aku temukan yaitu mereka merasa bahwa sudah mendisiplinkan anak, tapi kok hasilnya masih sama saja ya. Kebanyakan mereka mengatakan anaknya akan disiplin apabila anak tersebut di bentak, di marahin dengan suara nada yang tinggi, bahkan beberapa orang tua ada yang menggunakan hukuman. Tapi yang harus diperhatikan para orang tua bahwa dengan membentak atau marah itu juga tidak baik loh bund untuk mental si anak. Karna cara itu akan mempengaruhi perkembangan anak kelak nanti ia dewasa. Lalu harus bagaimana? Ternyata mendisiplinkan anak bukan hal yang mudah ya bund. Kita harus memiliki cara yang tepat untuk mendisiplinkan anak agar tak berdampak pada mentalnya kelak. 

Sebelumnya, apabila kita mendengar kata mendisiplinkan apa yang anda pikirkan? ya, beberapa orang tua pasti menjawab bahwa disiplin ini identik dengan menghukum. Masyarakat sering menyandingkan kata disiplin itu harus ada hukuman. Tapi ternyata jawaban itu kurang tepat bund. Jadi, mendisiplinkan dapat diartikan sebagai mengajarkan. Mengajarkan apa? Mengajarkan nilai-nilai yang penting dan harus dimiliki hingga dewasa (Contohnya: bertanggung jawab, menjaga kebersihan, menghargai orang lain, jujur, dll). Lalu apa itu mendisiplinkan? "The art of getting kids to do what they need to do and not to do what they shouldn't be doing (Heitler, 2011)". Artinya Mendisiplinkan merupakan seni membuat anak-anak melakukan apa yang perlu mereka lakukan dan tidak melakukan apa yang seharusnya tidak mereka lakukan. 

Mendisiplinkan anak itu bukan hanya mengetahui teorinya saja ya bund, tetapi memerlukan praktek yang melibatkan feeling. Jadi, orang tua sangatlah berperan penting nih dalam mendisiplinkan anak. Pertama, orang tua berperan sebagai role model. Orang tua harus bisa menjadi contoh yang baik untuk anak. Misal, anak tidak mau membaca buku karena lebih fokus dengan gadgetnya, maka yang harus dilakukan bunda dan ayah yaitu cukup melakukan baca buku/majalah/koran di depan anak dan usahakan seisi rumah tidak ada yang memegang atau memainkan gadgetnya. Jadikan membaca buku sebagai kegiatan rutinitas bersama. Kedua, orang tua berperan sebagai guru. Orang tua harus memberitahu mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Dengan begitu, bunda dan ayah harus membuat aturan rumah nih. Tapi yang perlu diperhatikan yaitu sebelum membuat aturan rumah, bunda dan ayah harus buat kesepakatan dan berdiskusi dulu ya. Hal tersebut dilakukan agar latihan disiplin pada anak dapat dijadikan sebagai budaya bersama seisi rumah, sehingga anak tidak merasa melakukannya sendirian. 

Tips Membuat Aturan Rumah
  1. Pick Your Battle. Jangan jadikan semuanya menjadi aturan, karena banyak aturan akan menyebabkan kebingungan dan akan menyebabkan aturan tersebut tidak dipatuhi. Jadi, beberapa aturan saja yang diberlakukan agar lebih efektif dan efisien tapi tetap berjalan. 
  2. Sesuaikan dengan Kemampuan Anak. Dalam pembuatan aturan, bunda dan ayah juga harus mengetahui tahapan dan tugas perkembangan anak sehingga dapat disesuaikan dengan kemampuan anak. Coba mulailah dari perilaku yang mudah dan sesuaikanlah dengan usia anak. Misalnya rutinitas sehari-hari seperti waktu belajar, waktu makan, waktu tidur, waktu sholat dan mengaji, dll. 
  3. Diskusikan Kesiapan Orang Rumah. Paling utama diskusikanlah dengan pasangan atau bisa diskusikan dengan orang terdekat anak seperti kakek, nenek, pengasuh. Hal ini sangatlah penting ya bund, karena bertujuan agar peraturannya dapat disepakati oleh orang rumah dan peraturan akan berjalan dengan semestinya.
  4. Libatkan Anak dalam Aturan. Salah satu cara agar anak dengan mudahnya mau mematuhi peraturan yang telah dibuat maka kita sebagai orang tua harus melibatkan anak dalam pembuatan aturan. Misal, Orang tua membuat aturan anak boleh menggunakan gadget asalkan sudah menyelesaikan tugas sekolahnya. Hal tersebut harus tanyakan terlebih dahulu kepada anak mau seperti apa. Biarkan anak bebas dalam membuat keputusan dan tetap didampingi agar ia juga bisa bertanggung jawab dengan keputusannya. Dengan begitu anak akan memungkinkan menjalankan peraturan yang telah di buat. 
  5. Buat Pengingat Visual. Sebagai orang tua juga harus kreatif membuat tulisan secara visual agar anak dengan mudah selalu mengingat aturan yang telah dibuat di dalam rumahnya. Misal, membuat tulisan di sticky notes "Rapihkan mainan setelah selesai bermain" dan tempelkan di ruang bermain anak. Tulisan tersebut bisa di kreasikan dengan semenarik mungkin agar dapat menarik perhatian anak. 
7 Prinsip Mendisiplinkan Anak 
  1. Untuk yang tidak boleh: if you can, prevent.  Sebisa mungkin dicegah hal-hal yang menyebabkan konflik dan tindakan yang membahayakan anak. Tetapi ingat ya bund, jangan sedikit-sedikit melarang anak untuk melakukan sesuatu. Perhatikan saja apa yang dikerjakan anak apabila berbahaya maka larang dengan baik-baik dan dengan memberikan alasan yang logis. Biarkan anak mengeksplore lingkungannya sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang pemberani dengan pengetahuan yang luas dan tidak menjadi anak yang penakut.
  2. Always be calm first. Ketika anak masih melanggar atau melakukan kesalahan maka sebagai orang tua tidak perlu berteriak untuk mengingatkannya. Cukup contohkan bagaimana seharusnya dan orang tua harus bisa menerapkan STOP (Stop, Tarik nafas, Observasi, Perlahan lanjutkan). Stop yaitu Orang tua harus berhenti terlebih dahulu, harus mencoba calm terlebih dahulu agar bisa menenangkan diri. Misal, bunda ke kamar terlebih dahulu untuk istirahat dan memberikan kesempatan kepada pasangan/suami untuk menemani anak. Setelah kondisi emosi bunda sudah baik-baik saja maka bunda sudah bisa menemani anak kembali dan jangan lupa memberikan penjelasan kepada anak mengenai perilakunya bahwa yang dilakukan itu belum tepat, berikan penjelasan agar anak tidak melanggar atau melakukan kesalahan lagi. Selanjutnya tarik nafas, cara ini dapat membantu bunda dan ayah untuk lebih tenang dan membuat lebih rileks. Kemudian observasi, lakukan observasi seobjektif mungkin. Mungkin bisa jadi anak melakukan kesalahan karna memang orang tuanya. Misal, tiba-tiba anak marah dan tidak mau diatur. Nah, sebaiknya kita harus mengobservasi terlebih dahulu, marahnya karena apa ya? apa sebenarnya karena bunda atau ayah sedang lelah dengan pekerjaan atau ada faktor yang lainnya. Terakhir, perlahan lanjutkan kembali aktivitas bunda dengan anak seperti biasa ya. Perlu diingat juga ya, kita harus menghindari penerapan disiplin berupa penarikan kasih sayang seperti bentuk pengabaian, mengisolasi, menunjukkan rasa tidak suka pada anak, dll. Hal tersebut akan berdampak buruk bagi perkembangan harga diri dan pembentukan rasa aman anak akan pemenuhan kasih sayang. 
  3. Cobalah mengerti. Sebagai orang tua wajib dan sangatlah penting mengetahui dan memahami tahapan dan tugas perkembangan anak. 
  4. Connet and Redirect. Orang tua harus bisa connect secara emosional yaitu dengan cara dekati, peluk, dan sampaikanlah yang ingin dibicarakan. Biasanya dengan sentuhan akan lebih melekatkan hubungan orang tua dengan anak. Kemudian orang tua juga harus bisa redirect yaitu memberikan arahan atau solusi dengan tawaran yang baik sesuai dengan aturan yang semestinya dan menggunakan alternatif pilihan. Misal, Anak terlalu lama bermain gadget maka orang tua harus bijak yaitu dengan memberikan arahan agar tidak terlalu lama bermain gadget karena akan membahayakan kesehatan mata. Setelah itu berikan solusi dengan cara memberikan alternatif pilihan yaitu misal boleh bermain gadget 5 menit saja setelah membaca buku atau tidak sama sekali bermain gadget dan bisa dengan alternatif pilihan yang lainnya. 
  5. Konsisten. Akan lebih mudah membentuk kedisiplinan itu dengan keteraturan dan jadikan rutinitas dalam pengasuhan pembentukan karakter anak. 
  6. Konsekuensi logis dan segera. Memberikan contoh yang logis dan natural. Misal, Anak membanting-membanting mainan maka konsekuensinya yaitu mainannya diambil agar anak tidak merusak mainannya. Jangan memberikan konsekuensi yang tidak logis seperti contohnya memarahinya, memukul atau membentak. 
  7. Arahan singkat dan jelas. Berikan arahan dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan di pahami dengan mudah oleh anak agar anak dapat memperbaiki perilakunya atau tindakannya. Sesuaikan dengan perkembangan kognitif pada anak. Jangan kita berbicara atau memarahinya dengan panjang x tinggi x lebar tapi sebenarnya anak tidak mengerti makna dari pembicaraan kita. 
Ingat ya bunda, ayah, anak itu bisa hebat dan memiliki karakter yang baik itu karena didikan dari orang tua yang hebat, cerdas dan baik juga. Maka dari itu sebelum memutuskan siap menikah kita harus memiliki pembekalan ilmu mengenai pola asuh anak. 

Dan maaf ternyata tema pembahasan pendisiplinan anak ini belum selesai bund, InsyaAllah aku akan lanjutkan di tulisan/postingan selanjutnya ya. 

Sekian dan terima kasih, semoga dapat bermanfaat. 
Tetap tersenyum dan ciptakan kebahagiaan di sekitarmuπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ’ž

Wassalamu'alaikum, salam literasi. 



Sabtu, 29 Mei 2021

"Merajut Kisah"

Merajut Kisah


Di suatu desa kecil hidup seorang anak kecil perempuan yang berwajah manis. Anak kecil yang lugu, sederhana dan pendiam. Anak tersebut saat ini sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang cerdas, cantik, dan kuat. Seorang anak yang di tuntut untuk menjadi manusia kuat dari kecil karna orang tuanya telah meninggalkannya sejak ia berusia 7 tahun. Perasaannya seperti lorong yang tertutup dengan cahaya setelah mengetahui bahwa orang tuanya telah meninggalkannya selama-lamanya. Saat itu ia ingin marah dengan keadaan dan tak mau menerima kenyataan tapi semuanya sudah menjadi takdirnya. Pikirannya selalu di hantui dengan pikiran-pikiran yang tak seharusnya ada. Merasa tak adil, dan selalu bertanya-tanya mengapa harus dilahirkan kalau memang pada akhirnya ia sendiri. Sedih, terpukul, sesak, takut, marah semua rasa itu seketika menyelimuti hatinya. Seperti tak ada arah dan tujuan, tak ada petunjuk dari perjalanan hidupnya. Namun, ia tak bisa hanya diam dan larut dari kesedihan. Perjalanan hidup ini harus ia tuntaskan. Karna ada seorang ibu paruh baya yang harus ia bahagikan. Ia lupa bahwa seharusnya ia tetap harus bersyukur dan kuat menghadapi semua masalah. Setelah orang tuanya meninggal, ternyata Tuhan masih punya rencana lain yaitu dengan menghadirkan seorang ibu paruh baya yang rela berkorban untuk merawatnya, mendidiknya, bahkan melindunginya. Tak hanya memberikan sebuah materi tetapi ibu itu memberikan kasih sayang yang tak ternilai dan tak bisa digantikan dengan apapun. Ibu itu di tinggalkan oleh suaminya sejak anaknya meninggal karena sakit keras dan tak lama kemudian ibu itu dinyatakan tidak bisa hamil lagi karena kanker rahim. Dua kisah yang berbeda dengan orang yang berbeda tetapi di satukan menjadi satu kesatuan. Mereka memiliki kesamaan rasa yaitu kesedihan karena ditinggalkan dua orang yang di sayanginya. Gadis cantik ini kehilangan orang tuanya dan ibu tersebut harus kehilangan anak dan suaminya. Waktu akan terus berjalan dan semuanya sudah diatur oleh pemilik alam semesta ini. Ibu ini harus berjuang membesarkan anak dengan tangannya sendiri. Dua kakinya dituntut harus kuat untuk menopang hidupnya dan anak kecil tersebut. Hingga pada akhirnya anak tersebut tumbuh menjadi gadis yang kuat. Nyatanya, skenario Tuhan itu lebih indah daripada skenario manusia. Dengan hidup kesederhanaannya mereka tak pernah merasa kekurangan dari segi materi. Hanya ada kebahagiaan dan kekuatan yang ada dalam hidupnya. Tuhan selalu menghadirkan dua rasa itu dalam diri mereka agar mereka bisa menjalani hidupnya. Semuanya tak ada yang tak mungkin, gadis kecil itu sekarang sudah menjadi pengusaha hebat, pendiri sekolah gratis tahfidz di beberapa kota, dan mendirikan rumah singgah untuk anak-anak tak mampu. Tuntas sudah perjuangan ibu itu membesarkan seorang anak kecil yang tak berdaya menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak orang. Namun, gadis itu kembali terpuruk kedua kalinya setelah mengetahui kabar ibu yang selama ini menjaganya pergi untuk selama-lamanya. Tak ada kata-kata lagi yang bisa di ucapkan dan tak ada perbuatan lagi yang bisa ia lakukan. Lemah dan tersungkur di hadapan batu nisan ibu yang selama ini mengajarkan semua isi dunia ini. Kehilangan sosok yang selama ini merubah hidupku yang gelap menjadi berwarna. Dengan masa depan yang lebih berwarna. Hanya do'a dan rasa syukur kepada maha kuasa karna telah memberikan kisah yang sangat luar biasa. Begitu rumit kisah hidupnya namun, Tuhan telah memberikan kekuatannya untuk menyelesaiakan kisah hdupnya. lika liku perjalanan hidup telah berhasil ia lewati sehingga dia bisa tumbuh menjadi seseorang yang paham dengan makna sebuah kehidupan. 

"Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." (QS Al-Furqan [25]: 2).

"Dan tidak ada sesuatu pun kecuali pada sisi Kamilah khazanah (sumber)nya; dan Kami tidak menurunkannya kecuali dengan ukuran tertentu" (QS Al-Hijr [15]: 21).




Sekian dan terima kasih. Semoga dari cerita pendek ini bisa memberikan pembelajaran bagi kalian yang membacanya. Sebagai penutup ada sedikit untaian beberapa kalimat untuk para pembaca setia blog ini. 

Hidup ini seperti embun yang hanya singgah lalu menghilang dan dilupakan. Roda kehidupan akan terus berputar. Tapi tak ada yang perlu dikejar selain menuju ridho-Nya. Ketika kamu letih maka berhentilah sejenak. Namun, segeralah bangkit karna detak jarum jam akan tetap terus berputar. Jangan biarkan waktumu terbuang begitu saja. Karna akan ada cerita indah yang akan terlewatkan. Tuliskan cerita dan kenangan indah dalam versimu sendiri. Tak perlu memandang yang lain. Bahkan tak perlu dengar kata orang lain, yang hanya bisa menghentikan langkah kakimu. Teruslah maju dan ikutilah kata hatimu. Tapi terkadang kita butuh mendengarkan kata orang lain. Kata orang lain yang bisa membuatmu terus maju, dan yang bisa membuatmu terus belajar. Lawan rasa takutmu, lawan rasa traumamu, dan lawan semua yang membuatmu terhenti untuk melangkah. Tak lupa juga sematkan dalam dirimu akan rasa sabar dan syukur. Karna suatu saat nanti kmu akan memahami makna sebuah kehidupan. 

Jangan pernah merasa sendiri dan takut sendiri. Karna kamu tak sendiri tapi ada sang pencipta yang selalu setia menemanimu di saat susah dan senang. Hidup ini akan terus berjalan, terkadang ada di atas dan terkadang ada di bawah. Jadi, gapapa kok kalo kamu lagi berada di bawah dan gapapa kok kamu menangis. Cobalah untuk bisa meluapkan emosi negatif yang kamu rasakan. Jadilah orang yang kuat dan mampu menyelesaikan masalah yang kamu hadapi. Bukan lari dari masalah. Kamu gak sendiri kok karna semua pasti pernah merasakannya. 

"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Allah lah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Al- Insyirah: 6-8)"

Tersenyumlah dan ciptakan kebahagiaan di sekitarmuπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ’ž

Wassalamu’alaikum, salam literasi.





Selasa, 14 April 2020

Analisis Film India tentang Gangguan Dyslexia "Taree Zameen Par"

Assalamualaikum, sahabat pena.
Tak lelahnya tangan ini untuk menuliskan sebuah tulisan dalam sebuah karya. Pikiran ini yang akan selalu berkarya menumpahkan ide pemikiran dalam sebuah tulisan. Tulisan yang akan berubah menjadi kenangan dan tak kan terlupakan. Mengharapkan semoga bisa menebarkan kebermanfaatan. Teruslah berkarya saat raga ini mampu untuk melakukannya. Karya tak akan hilang dan pupus. Walaupun raga ini telah meninggalkan alam semesta. Tulisan ini akan selalu tersimpan dan dikenang.

Hallo, Sahabat pena. 
Dengan kesempatan kali ini, aku mau sedikit membagi ilmu tentang analisis film India nih judulnya Taree Zameen Par. Film ini menceritakan seorang anak yang menderita gangguan dyslexia. Penasaran jalan ceritanya gimana dan pemainnya siapa aja? Makanya kepoin aja tulisan aku ini ya.... Disini aku juga sedikit bahas tentang gangguan dyslexia berdasarkan DSM 5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition) dan PPDGJ-III (Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia , edisi ke 3) juga loh. Tulisannya banyak sih tapi InsyaAllah bisa bermanfaat. Yuk langsung aja dibaca πŸ˜ŠπŸ‘. *Setelah membaca isi blogku ini jangan lupa nonton filmnya juga ya. Kalian bisa langsung search di youtube kok. 

"ANALISIS FILM TAREE ZAMEEN PAR"

A.    Identitas Film 
Judul Film    : Taare Zameen Par
Genre            : Drama Edukasi
Durasi           : 160 menit
Tahun Rilis   : 2007
Sutradara      : Aamir Khan
Pemeran       :

No.
Nama Pemain
Nama di Film
Peran di Film
1.
Darsheel Safary
Ishaan Nandkishore Awasthi
Sebagai Pemeran Utama
2.
Vipin Sharma
Nandkishore Awasthi
Sebagai Ayah Ishaan
3.
Tisca Chopra
Maya Awasthi
Sebagai Ibu Ishaan
4.
Sachet Engineer
Yohaan Awasthi
Sebagai Kakak Ishaan
5.
Aamir Khan
Ram Shankar Nikumbh
Sebagai Guru Pengganti Mata Pelajaran Kesenian Ishaan di Sekolah Asrama
6.
Tanay Chheda
Rajan Damodran
Seagai Teman Dekat Ishaan di Sekolah Asrama
7.
Lalita Lajmi
Lalita Lajmi
Sebagai Juri Kompetisi Menggambar .



B.     Sinopsis Film

Film ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang bernama Ishaan Nandkishore Awasthi (Darsheel Safary). Seorang anak berumur delapan  tahun yang menderita penyakit disleksia, yaitu susah untuk menangkap perintah dan kata-kata orang lain. Setiap kata-kata dan tulisan yang dilihatnya, seolah-olah  tulisannya itu seperti menari-nari. Ayahnya bernama Nandkishore Awasthi  (Vipin Sharma) sedangkan Ibunya bernama Maya Awashi (Tisca Chopra) dan  kakaknya bernama Yohaan Awasthi (Sachet Engineer)Meskipun sudah berusia delapan  tahun Ishaan masih duduk dibangku kelas 3 SD, sebab nilai-nilai sekolah Ishaan sangat buruk dan tidak mengalami  peningkatan selama 2 tahun. Sehingga bagi Ishaan sekolah merupakan tempat yang menakutkan, karena disana dia dijadikan bahan ejekan oleh guru dan teman-temannya atas ketidakmampuannya dalam mengikuti pelajaran. Gurunya sering memarahinya karena dia mempunyai kekurangan tersebut. Akan tetapi, dibalik ketidakmampuannya dalam mengikuti pelajaran, Ishaan memiliki imajinasi yang tinggi dan berbakat dalam bidang seni, terutama seni lukis. Di rumah pun dia tertekan oleh orang tua, terutama oleh ayahnya yang selalu beranggapan bahwa Ishaan anak yang nakal. Hal ini justru berbeda dengan kakaknya (Yohaan) yang selalu mendapatkan prestasi di sekolahnya dan selalu menuruti perintah dari kedua orang tuanya. Sehingga Ayahnya selalu membanding-bandingkan dia dengan kakaknya, ayahnya selalu menekan dia  untuk selalu belajar sesuai dengan orang normal yang lainnya. Ketika dia salah ayahnya selalu memarahinya. ayahnya tidak tahu kondisi yang terjadi kepadanya. Serupa dengan keadaan itu, Ibunya pun sering merasa kebingungan dalam mengajari Ishaan ketika di rumah. Ishaan selalu melakukan kesalahan yang serupa baik dalam menulis maupun berhitung. Ibunya sering merasa sedih dengan keadaan ini, karena anak-anak seusianya dapat melakukan hal-hal itu dengan  sangat mudah, sedangkan Ishaan sangat sulit untuk melakukannya. Di samping itu, Ishaan sering sekali menunjukkan perilaku bermasalah; terlibat perkelahian, berpura-pura sakit, bolos sekolah serta tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi oleh Ishaan, kemudian ayahnya mengirimkan Ishaan ke sekolah asrama yang cukup jauh dari rumah.  Ketika mengetahui niat itu, Ishaan menunjukkan sikap berontak kepada ayahnya.  Dia juga meminta tolong kepada ibunya, agar ayahnya mengurungkan niatnya itu. Usaha yang dilakukan oleh Ishaan tidak membuat niat ayahnya berubah, Ia pun tetap dibawa ke asrama dan berpisah dengan keluarganya. Ishaan menganggap bahwa sekolah di asrama merupakan hukuman yang diberikan oleh orang tua untuk anak-anak yang nakal dan tidak mau menurut. Anggapan itu kemudian diperkuat dengan sikap dan gaya mengajar guru di sekolah yang cenderung keras dengan alasan demi menegakkan kedisiplinan siswa. Suasana kelas dan kegiatan asrama sama sekali tidak dapat dinikmati oleh Ishaan, dan semua guru tetap menganggap dia sebagai siswa yang bodoh. Berbagai hukuman pun diterima sebagai bentuk konsekuensinya. Ishaan diselimuti oleh ketakutan dan kesedihan yang dalam, sehingga membuat dia tidak bersemangat dan tidak mau melakukan apapun termasuk melukis yang selama ini menjadi aktifitas yang Ia gemari. Keadaan itu terus berlangsung sampai datangnya guru seni pengganti yang bernama Ram Shankar Nikumbh (Aamir Khan). Ram mempunyai cara mendidik yang baru, tidak seperti guru lain yang mengikuti norma yang ada dalam mendidik anak-anak. Ram membuat mereka berpikir keluar dari buku-buku, di luar empat dinding kelas dan imajinasi mereka. Setiap anak di kelas merespon  dengan antusiasme yang besar kecuali Ishaan. Sebab itulah, Ram mencoba mengamati dan mencari tahu masalah yang dihadapi oleh Ishaan, termasuk juga tanggapan orang tua tentang keadaannya, akhirnya dia mengetahui bahwa Ishaan adalah anak yang mengalami Disleksia. Walaupun pada awalnya kedua orangtua Ishaan tidak menerima apa yang telah dikatakan oleh Ram, namun setelah Ram menunjukan hasil lukisan Ishaan, baru mereka menyadari bahwa yang diutarakan  oleh Ram tersebut adalah benar. Ram terkejut melihat semua hasil karya Ishaan yang ternyata bakat Ishaan sangat luar biasa, imajinasi seorang anak seperti Ishaan dicurahkan kepada gambar-gambar dan lukisan-lukisan yang sangat indah.  Ram pun mengerti apa yang harus dia lakukan terhadap Ishaan. Ram kemudian menjelaskan kepada kedua orang tua dan guru lainnya, bahwa Ishaan bukan anak yang Idiot, tetapi anak yang sangat khusus dengan bakat sendiri. Berkat waktu, kesabaran dan perawatan, Ram berhasil dalam mendorong tingkat kepercayaan Ishaan. Dia membantu Ishaan dalam mengatasi masalah pelajarannya dan kembali menemukan kepercayaannya yang hilang, serta mau kembali aktif dalam menuangkan imajiansinya dalam lukisan-lukisan yang selama ini menjadi dunianya. Sedikit demi sedikit Ram mengajari Ishaan menulis, membaca dan berhitung. Akhirnya, Ishaan pun dapat membaca menulis juga berhitung seperti teman-temannya. Dan dalam sebuah perlombaan melukis yang diadakan oleh Ram, Ishaan mendapatkan juara 1, mengalahkan Ram sendiri.  Orang tua, guru-guru dan orang-orang disekitar Ishaan menyadari bahwa Ishaan bukan anak yang Idiot, tetapi anak yang sangat khusus dengan bakat seni yang luar biasa. Akhirnya Ishaan menjadi anak yang periang dan bisa bergaul dengan teman-teman lainnya.

C.    Pembahasan Gangguan

       Dalam film ini, tokoh Ishaan Nandkishore Awasthi (Darsheel Safary) yang akan dibahas diduga mengalami Gangguan Membaca atau lebih dikenal dengan istilah disleksia. Selain itu, Ishaan di duga juga mengalami Gangguan Berhitung atau lebih dikenal dengan istilah diskalkulia.
Gangguan pembelajaran biasanya akan menjadi gangguan kronis yang mempengaruhi perkembangan sampai masa dewasa. Anak-anak yang menderita gangguan pembelajaran cenderung memiliki prestasi yang buruk di sekolah dalam hubungannya dengan tingkat inteligensi dan usia mereka. Mereka sering dinilai gagal oleh guru dan keluarga mereka. Tidak mengherankan bahwa anak-anak yang menderita gangguan pembelajaran sering mengalami masalah psikologis lainnya, seperti rendahnya harga diri. Mereka juga memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami ADHD.
DSM-5 menerapkan diagnosis tunggal atas ganguan pembelajaran spesifik  untuk mencakup berbagai jenis gangguan pembelajaran atau disabilitas yang melibatkan kekurangan yang signifikan dalam keterampilan membaca, menulis, aritmetika dan matematika, serta fungsi eksekutif. Kekurangan/defisit ini berdampak signifikan terhadap prestasi akademis. Ini biasanya muncul selama usia sekolah, tetapi mungkin tidak disadari sampai tuntutan akademis melebihi kemampuan individunya, seperti ketika pertama kali menjalani tes berjangka waktu (timed test). Diagnosisnya juga mengharuskan bahwa kekurangan pembelajaran tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh keterlambatan perkembangan intelektual yang umum (yaitu ID) ataupun oleh kondisi neurologis yang medis lainnya. Peneliti harus menentukan kekurangan pembelajaran tertentu yang menghambat fungsi akademis, sosial, atau pekerjaan; atau, seperti yang biasa terjadi, berupa kombinasi kekurangan/defisit tertentu.

1.       Gangguan Membaca (Disleksia)

Disleksia (dyslexia), istilah yang berasal dari bahasa Yunani dys, yang berarti “buruk”, dan lexicon, yang berarti “kata-kata”. Disleksia adalah jenis gangguan pembelajaran (learning disorder) (disebut juga disabilitas belajar) yang paling umum, yang mungkin berjumlah 80% kasus. Orang yang menderita disleksia mengalami kesulitasn dalam membaca meskipun faktanya mereka memiliki kecerdasan atau inteligensi rata-rata.
Anak-anak yang mengalami gangguan pembelajaran spesifik yang meliputi kesulitan membaca memiliki masalah persisten dengan keterampilan dasar membaca. Meskipun DSM-5 tidak menggunakan istilah disleksia, istilah ini masih digunkan secara luas di kalangan guru, klinisi, dan peneliti untuk menggambarkan kekurangan/defisit yang signifikan dalam keterampilan membaca. Disleksia biasanya tampak pada usia 7 tahun, bertepatan dengan kelas dua SD, meskipun kadang-kadang sudah disadari pada usia 6 tahun. Anak-anak dan remaja yang menderita disleksia cenderung lebih rentan terhadap masalah seperti depresi, harga diri yang rendah, dan ADHD.
Adapun kriteria anak yang terkena gangguan membaca atau disleksia di dalam DSM-5, yaitu:
a.       Anak-anak yang menderita disleksia kesulitan dalam memahami atau mengenali kata dasar ataupun memahami apa yang mereka baca, atau mungkin membaca secara perlahan (lambat) ataupun dengan terputus-putus.
b.      Anak-anak yang menderita disleksia tampak memiliki kesulitan membedakan bunyi bicara dasar, seperti “ba” dan “da”, serta menghubungkan bunyi ini dengan huruf-huruf tertentu dari alphabet.
c.       Anak-anak yang menderita disleksia mungkin membaca dengan lambat dan mengalami kesulitan, serta mengubah, menghilangkan, atau mengganti kata-kata ketika membaca dengan suara keras.
d.      Mengalami kesulitan dalam menguraikan huruf-huruf dan kombinasi huruf serta kesulitan menerjemahkannya menjadi suara yang tepat.
e.       Mereka juga mungkin salah dalam mengartikan huruf seperti jungkir-balik (misalnya bingung antara w dan m) atau melihatnya secara terbalik (b dan d).
f.       Memiliki kesulitan dalam menghubungkan suara yang terkait dengan huruf tertentu (misalnya, melihat huruf f atau ph atau gh dan mengucapkan atau mendengar dalam benaknya sebagai suara f).
g.      Banyak penderita disleksia bervariasi sesuai dengan bahasa asli (bahasa ibu). Jumlah yang lebih tinggi terdapat di negara-negara berbahasa Inggris dan Prancis, di mana bahasa tersebut memiliki berbagai cara untuk mengeja kata-kata yang bunyinya sama (misalnya, huruf bunyi “o” yang sama dalam kata “toe” dan “tow”), jumlah yang lebih rendah terdapat di Italia, di mana bahasanya memiliki rasio yang lebih kecil antara jenis suara dan kombinasi huruf.
Disleksia menyerang sekitar 4% anak usia sekolah dan jauh lebih banyak menyerang anak laki-laki ketimbang anak perempuan. Anak laki-laki yang menderita disleksia juga cenderrung menunjukkan perilaku yang mengganggu di kelas ketimbang anak perempuan dan sehingga lebih besar kemungkinan untuk dievaluasi.
Sedangkan di dalam PPDGJ-III menjelaskan kriteria anak yang terkena gangguan membaca atau disleksia, yaitu:
a.       Kemampuan membaca anak harus secara bermakna lebih rendah tingkatannya daripada kemampuan yang diharapkan berdasarkan pada usianya, inteligensia umum, dan tingkatan sekolahnya.
b.      Gangguan perkembangan khas membaca biasanya didahului oleh riwayat gangguan perkembangan berbicara atau berbahasa.
c.       Hakikat yang tepat dari masalah membaca tergantung pada taraf yang diharapkan dari kemampuan membaca, berbahasa, dan tulisan. Namun dalam tahap awal dari belajar membaca tulisan abjad, dapat terjadi kesulitan mengucapkan huruf abjad, menyebut nama yang benar dari tulisan, memberi irama sederhana dari kata-kata yang diucapkan, dan dalam meng-analisis atau mengelompokkan bunyi-bunyi (meskipun ketajaman pendengaran normal).
Kemudian dapat terjadi kesalahan dalam kemampuan membaca lisan, seperti ditunjukkan berikut ini:
(a)    Ada kata-kata atau bagian-bagiannya yang mengalami penghilangan, penggantian, penyimpangan, atau penambahan;
(b)   Kecepatan membaca yang lambat;
(c)    Salah memulai, keraguan yang lama atau kehilangan bagian dari teks dan tidak tepat menyusun kalimat; dan
(d)   Susunan kata-kata yang terbalik dalam kalimat, atau huruf-huruf yang terbalik dalam kata-kata.
Dapat juga terjadi defisit dalam memahami bacaan, seperti diperlihatkan oleh contoh:
(e)    Ketidakmampuan menyebut kembali isi bacaan;
(f)    Ketidakmampuan untuk menarik kesimpulan dari materi bacaan; dan
(g)   Dalam menjawab pertanyaan perihal sesuatu bacaan, lebih menggunakan pengetahuan umum sebagai latar belakang informasi daripada informasi yang berasal dari materi bacaan tersebut.
d.      Gangguan emosional dan/atau perilaku yang menyertai biasanya timbul pada masa usia sekolah. Masalah emosional biasanya lebih banyak pada masa tahun pertama sekolah, tetapi gangguan perilaku dan sindrom hiperaktivitas hampir selalu ada pada akhir masa kanak dan remaja.

2.      Gangguan Keterampilan Berpikir Aritmetika dan Matematika (Diskalkulia)

Anak-anak mungkin memiliki masalah dalam memahami fakta aritmatika dasar, seperti mengejakan penjumlahan atau pengurangan, melakukan perhitungan atau mempelajari tabel perkalian, atau menyelesaikan soal matematika. Masalah ini mungkin tampak sejak anak duduk di kelas 1 (6 tahun) tetapi umumnya tidak disadari sampai anak duduk di kelas 2 atau 3 SD. Anak-anak in mengalami kelemahan dapat terlihat jelas pada keterampilan linguistik, seperti, memahami istilah-istilah, simbol, atau konsep matematis; keterampilan yang berkaitan dengan persepsi seperti membaca tanda-tanda aritmetika; keterampilan memperhatikan seperti meniru nomor-nomor dengan benar; serta keterampilan matematis seperti mempelajari tabel perkalian.
Di dalam PPDGJ-III menjelaskan kriteria anak yang terkena gangguan keterampilan berpikir aritmetika dan matematika atau diskalkulia, yaitu:
a.       Gangguan ini meliputi hendaya (disability/ketidakmampuan) yang khas dalam kemampuan berhitung yang tidak dapat diterangkan berdasarkan adanya retardasi mental umum atau tingkat pendidikan di sekolah yang tidak adekuat (tidak memadai). Kekurangannya ialah penguasaan pada kemampuan dasar berhitung yaitu tambah, kurang, kali, bagi (bukan kemampuan matematik yang lebih abstrak dalam aljabar, trigonometri, geometri, atau kalkulus).
b.      Kemampuan berhitung anak harus secara bermakna lebih rendah daripada tingkat yang seharusnya dicapai berdasarkan usianya, inteligensia umum, tingkat sekolahnya, dan terbaik dinilai dengan cara pemeriksaan untuk kemampuan berhitung yang baku.
c.       Keterampilan membaca dan mengeja harus dalam batas normal sesuai dengan umur mental anak.
d.      Kesulitan dalam berhitung bukan disebabkan pengajaran yang tidak adekuat (tidak memadai), atau efek langsung dari ketajaman penglihatan, pendengaran, atau fungsi neurologis, dan tidak didapatkan sebagai akibat dari gangguan neurologis, gangguan jiwa, atau gangguan lainnya.


D.    Analisis Film

Dalam menganalisis film Taare Zameen Par, kami berfokus pada sosok tokoh utama, yaitu Ishaan Nandkishore Awasthi yang diperankan oleh Darsheel Safary. Dengan penjelasan serta kriteria yang telah disebutkan di atas, benar bahwa Ishaan mengalami Gangguan membaca (dyslexia), dan Gangguan keterampilan berpikir aritmetika dan matematika (diskalkulia). Dengan analisis sebagai berikut:

1.     Gangguan Membaca (disleksia)

a.      Ketidakmampuan untuk menarik kesimpulan atau menjelaskan makna pada puisi dan menarik kesimpulan atau menjelaskan makna dengan lebih menggunakan pengetahuan umum sebagai latar belakang daripada informasi yang berasal dari puisi tersebut.




         Dalam scene di atas, Ishaan di perintahkan oleh guru di sekolah asramanya untuk menafsirkan atau menjelaskan makna puisi yang sudah dibacakan oleh teman sebangkunya, yaitu Rajan Damodran. Ishaan dalam menafsirkan puisi tersebut lebih menggunakan pengetahuan umum sebagai latar belakang indaripada informasi yang berasal dari puisi yang sudah dibacakan. Hal ini terjadi karena Ishaan tidak mampu dalam menarik kesimpulan atau mengambil makna dari puisi tersebut. Anak secara normalnya misalnya ketika dalam membaca kata “Apel” maka hal yang dipikirkan oleh anak tersebut muncul buah apel. Dalam membaca dan menulis itu penting untuk menghubungkan antara suara dengan simbhol agar seorang anak mampu menyimpulkan atau memberi makna dari sebuah kata dan kalimat. Namun, berbeda dengan Ishaan, dia tidak dapat membaca kata tersebut sehingga dia tidak bisa mengerti maknanya. 

b.      Kesulitan mengucapkan huruf abjad.



        Pada scene ini, Ishaan sedang berbicara dengan ibunya tentang tidak ingin dipindahkan ke sekolah asrama. Ishaan meyakinkan ibunya dengan mengatakan “Aku tak mau masuk sekolah asrama, mama” dan Ibunya menjawab “Harus, nak” Ishaan mengatakan “Aku tak ingin pergi”. Ibunya pun tetap memberi pengertian kepada Ishaan dengan mengatakan “Itu sekolah yang bagus”. Namun, Ishaan tetap menangis karena tidak ingin dikirim ke sekolah tersebut. Maka dari itu Ishaan ingin membuktikan ke Ibunya bahwa sebenarnya dia bisa, Ishaan berkata “Aku bisa, aku akan mecoba, Dengar!!. A B C D ..!@%*&)()&@@&%**@! Sungguh, aku tahu semuanya”. Ibunya tidak mampu menhan kesedihan yang dirasakan oleh anaknya maka ibunya hanya mampu memeluknya. Dalam percakapan tersebut telihat pada saaat Ishaan ingin membuktikan bahwa ia bisa, Ishaan hanya menyebutkan huruf abjad A B C D sedangkan sisanya dia melanjutkan dengan pengucapan yang tidak dapat di mengerti. Anak pada usia 8 tahun secara normal biasanya sudah bisa melafalkan huruf abjad dari A hingga Z dan sudah mampu merangkai kata serta kalimat. Namun, Ishaan belum bisa melafalkan huruf abjad sampai Z. Maka dapat dikatakan bahwa Ishaan kesulitan dalam mengucapkan huruf abjad.


c.   Kesulitan dalam membaca secara lisan sebuah kalimat, kecepatan dalam membaca lambat atau terputus-putus serta munculnya keraguan yang lama dalam membaca secara lisan. 


       Dalam scene di atas, Ishaan di perintahkan untuk membacakan sebuah kalimat dan menyebutkan semua kata sifat yang terdapat di dalam buku. Namun, pada saat membacakannya Ishaan sulit sekali dalam menyebutkan susunan huruf tersebut terlihat dalam pengucapannya terdengar seperti terputus-putus sehingga kecepatan dalam membacanya melambat. Selain itu juga Ishaan menunjukkan sikap keraguan yang lama dalam mengucapkan huruf dalam sebuah kalimat.

d.      Kesulitan dalam menghubungkan suara yang terkait dengan huruf tertentu.


           Dalam scene ini, pada saat mengerjakan tugas rumah Ishaan yang di bantu oleh ibunya menunjukkan bahwa ia kesulitan dalam menghubungkan suara yang terkait dengan huruf tertentu. Pada saat ibunya mendiktekan sebuah kata “THE” namun ia menuliskannya dengan huruf “D” Selain itu banyak juga ejaan yang salah yaitu seperti “Tabel” menjadi “Tabl”.
e.      Kesalahan dalam mengartikan huruf seperti jungkir-balik (misalnya bingung antara w dan m) atau melihatnya secara terbalik (b dan d).


        Pada scene di atas masuk dalam bagian percakapan antara keluarga Ishaan dengan guru pengganti mata pelajaran kesenian (Ram Shankar Nikumbh) sekolah asramanya yang mencoba untuk menjelaskan pola kesalahan yang sama terlihat pada tulisan Ishaan di buku tugasnya. Guru Ishaan mengatakan bahwa di dalam tulisan Ishaan terdapat “b” menjadi “d” dan “d” menjadi “b”. Dia bingung dengan huruf-huruf yang sama” (Ujar guru Ishaan sambil menunjukkan tulisan dalam buku Ishaan). Hal ini dapat disimpulkan bahwa Ishaan mengalami kesulitan dalam mengartikan huruf yang berbentuk hampir sama dan yang membedakannya hanya kebalikannya atau huruf jungkir-balik.

f.     Memiliki berbagai cara untuk mengeja kata-kata yang bunyinya sama (misalnya, huruf bunyi “o” yang sama dalam kata “toe” dan “tow”).




         Di dalam scene di atas terlihat bahwa terdapat percakapan antara keluarga Ishaan dengan guru pengganti mata pelajaran kesenian (Ram Shankar Nikumbh) sekolah asramanya yang mencoba untuk menjelaskan pola kesalahan yang sama terlihat pada tulisan Ishaan di buku tugasnya. Guru Ishaan mengatakan “Dia selalu mencampurkan kata-kata yang sama.” “Coba lihat seperti ini TOP menjadi POT, dan ini SOLID menjadi SOILED” (Ujar guru Ishaan sambil menunjukkan tulisan dalam buku Ishaan). Hal ini menunjukkan bahwa Ishaan memiliki berbagai cara untuk mengeja kata-kata yang bunyinya sama. Misalnya, bunyi huruf “o” yang sama dalam kata “TOP” dan “POT”, selain itu bunyi huruf “I” yang sama dalam kata “SOLID” dan “SOILED”.



2.      Gangguan Keterampilan Berpikir Aritmetika dan Matematika (diskalkulia)

a. Ketidakmampuan dalam menjawab pertanyaan (soal) kemampuan dasar matematika, yaitu perkalian.










        Scene di atas menggambarkan bahwa Ishaan sedang mengerjakan sebuah Ujian Matematika yang dimana soal yang diujikan masih pada pengetahuan matematika dasar seperti perkalian, pembagian, penjumlahan, dan pengurangan. Namun, Ishaan di dalam scene ini menunjukkan perilaku yang tidak biasa dilakukan oleh anak normal yang lainnya. Pada anak normal dalam menyelesaikan soal matematika ini maka dengan cara menjumlahkan 3 sebanyak Sembilan kali atau dengan menjumlahkan 9 sebanyak tiga kali. Namun, yang dilakukan Ishaan ini berbeda. Dalam mengerjakan soal ujian nomor 1 (3 X 9=) dengan penyelesaiannya Ishaan menggunakan imajinasinya. Ishaan berimajinasi bahwa angka-angka tersebut adalah bagian dari benda-benda planet, angka 3 sebagai planet ke 3 yaitu Bumi  dan 9 sebagai planet ke 9 yaitu Pluto. Ishaan menganggap dirinya sebagai kapten angkasawan yang mampu mengedalikan angka-angka tersebut untuk menyelesaikan misinya. Planet ke 3 tersebut akan di tarik ke planet ke 9 dari tata surya. Lalu ia memikirkan jawabannya setelah kedua planet tersebut digabungkan maka angka berapa yang akan dihasilkan. Ternyata setelah planet ke 3 yaitu bumi digabungkan dengan cara dibenturkan ke planet 9 yaitu pluto maka planet ke 9 akan hancur dan menghilang dan Ishaan mengartikan bahwa yang tersisa itu planet ke 3 (angka 3) maka jawaban soal dari 3 X 9 = 3. Dari scene ini dapat disimpulkan bahwa Ishaan mengalami ketidakmampuan dalam menyelesaikan soal matematika dasar yaitu perkalian. Dan dapat dikatakan Ishaan menderita gangguan diskalkulia ini atas dasar bahwa Ishaan kesulitan dalam berhitung bukan disebabkan karena pengajaran yang tidak memadai, atau efek langsung dari ketajaman penglihatan, pendengaran, atau fungsi neurologis, dan tidak didapatkan sebagai akibat dari gangguan neurologis, gangguan jiwa, atau gangguan lainnya.

E.     Kesimpulan

Penderita gangguan membaca atau yang secara umum sering dikenal sebagai sebutan disleksia (dyslexia) ini merupakan salah satu dari gangguan pembelajaran yang selalu menunjukkan masalah pada keterampilan dasar membaca anak. Gangguan membaca ini secara signifikan akan menggagu proses belajar anak sehingga akan mempengaruhi nilai akademik anak. Di dalam film ini menunjukkan bahwa pemeran utama yaitu Ishaan Nandkishore Awasthi yang di perankan oleh Darsheel Safary menderita gangguan membaca. Adapun kriteria-kriteri atau gejala yang dimunculkan oleh Ishaan, diantara lain: (1) Ketidakmampuan untuk menarik kesimpulan atau menjelaskan makna pada puisi dan menarik kesimpulan atau menjelaskan makna dengan lebih menggunakan pengetahuan umum sebagai latar belakang daripada informasi yang berasal dari puisi tersebut, (2) Kesulitan mengucapkan huruf abjad, (3) Kesulitan dalam membaca secara lisan sebuah kalimat, kecepatan dalam membaca lambat atau terputus-putus serta munculnya keraguan yang lama dalam membaca secara lisan, (4) Kesulitan dalam menghubungkan suara yang terkait dengan huruf tertentu, (5) Kesalah dalam mengartikan huruf seperti jungkir-balik (misalnya bingung antara w dan m) atau melihatnya secara terbalik (b dan d), dan (6) Memiliki berbagai cara untuk mengeja kata-kata yang bunyinya sama (misalnya, huruf bunyi “o” yang sama dalam kata “toe” dan “tow”). Berdasarkan kriteria atau gejala yang dimunculkan oleh Ishaan di dalam film tersebut tertera di kriteria DSM-5 dan PPDGJ-III. Maka dapat dikatakan bahwa Ishaan ini diagnosis menderita gangguan membaca atau disleksia (dyslexia).
Sedangkan penderita gangguan keterampilan berpikir aritmetika dan matematika yang sering disebut dengan diskalkulia ini merupakan gangguan pembelajaran yang selalu menunjukkan masalah dalam matematika atau perhitungan dasar pada anak. Di dalam film ini menunjukkan bahwa pemeran utama yaitu Ishaan Nandkishore Awasthi yang di perankan oleh Darsheel Safary selain menderita gangguan membaca, Ishaan juga menderita gangguan keterampilan berpikir aritmetika dan matematika. Adapun kriteria-kriteri atau gejala yang dimunculkan oleh Ishaan, diantara lain: (1) Ketidakmampuan dalam menjawab pertanyaan (soal) kemampuan dasar matematika, yaitu perkalian. Berdasarkan kriteria atau gejala yang dimunculkan oleh Ishaan di dalam film tersebut tertera di kriteria DSM-5 dan PPDGJ-III. Maka dapat dikatakan bahwa Ishaan ini diagnosis menderita gangguan keterampilan berpikir aritmetika dan matematika (diskalkulia). Dan dapat dikatakan Ishaan menderita gangguan keterampilan berpikir aritmetika dan matematika (diskalkulia) ini atas dasar bahwa Ishaan kesulitan dalam berhitung bukan disebabkan karena pengajaran yang tidak memadai, atau efek langsung dari ketajaman penglihatan, pendengaran, atau fungsi neurologis, dan tidak didapatkan sebagai akibat dari gangguan neurologis, gangguan jiwa, atau gangguan lainnya.

Sekian dan terima kasih. Semoga dapat bermanfaat. 
Tersenyumlah dan ciptakan kebahagiaan di sekitarmuπŸ˜ŠπŸ˜ŠπŸ’ž
Wassalamu’alaikum, sahabat pena.


MENERAPKAN DISIPLIN POSITIF PADA ANAK

Assalamu'alaikum, sahabat pena.  Hallo guys, gimana kabarnya? Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat dan selalu bahagia,,,Aamiin. Lewa...