Selasa, 09 Juli 2019

TEKNIK PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013


MENGHAFAL atau MEMAHAMI?
Tema:
(Kemampuan Memori Jangka Panjang Menggunakan Teknik  Pembelajaran Mind Mapping pada Kurikulum 2013)
BETY NOSIANTI
Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini mengalami beberapa kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan. Namun, Kemendikbud membuat revisi terhadap kurikulum yang sudah diterapkan yaitu kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013. Kurikulum terbaru ini mulai diberlakukan pada tahun 2014 di beberapa sekolah di Indonesia (Kompas.com, 2018). Di dalam kurikulum 2013, pemerintah ingin meningkatkan penargetan budaya literasi di sekolah. Misalnya, guru dapat menargetkan siswanya untuk menuntaskan 4 hingga 5 buku bacaan per tahun. Dengan catatan bahwa siswa bukan hanya membaca bahkan menghafal saja, tetapi masing-masing siswa harus memiliki HOTS (Higher Order Thinking Skills). Tujuan tertentunya yaitu siswa dilatih untuk  berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan mampu berkolaborasi. Cara pengajaran pada kurikulum 2013 ini yaitu dengan menjadikan guru sebagai fasilitator serta siswa yang akan lebih aktif di dalam ruang pembelajaran (Kompas.com, 2014). Namun, teknik ini medapatkan respon negatif dari para siswa karena mereka merasa terbebani, dan mengalami kesulitan dalam memahami atau menguasai suatu materi. Salah satu penyebab dari kendala yang dirasakan oleh para siswa adalah kurangnya pemahaman teknik belajar yang cocok sehingga tidak dapat mencapai indikator-indikator dalam kurikulum 2013. Menghafal merupakan teknik pembelajaran yang sudah dilatih kepada para siswa. Sedangkan teknik menghafal ini teknik yang kurang tepat dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Karena didalam kurikulum 2013, para siswa diharapkan mampu memahami materi yang dipelajari sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Penyebab siswa kesulitan untuk memahami suatu pelajaran seringkali karena siswa belum memahami gambaran besar dari materi tersebut. Walaupun dipelajari berulang kali pun rasanya masih ada yang kurang paham atau bahkan terlupakan begitu saja. Tetapi ketika mendapatkan kata kunci (poin penting) di dalam materi tersebut maka akan terasa lebih mudah untuk memahaminya. Dengan mind mapping, siswa akan belajar dengan menggunakan kata kunci (poin penting) untuk mendeskripsikan setiap materi agar lebih mudah dipahami.
Mind Mapping merupakan teknik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Teknik ini mempermudah memasukan informasi kedalam otak dan untuk kembali mengambil informasi dari dalam otak. Mind Mapping ini teknik yang paling baik dalam membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal sehingga dapat membuka potensi otak. Dengan teknik Mind Mapping, siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78% (Buzan, 2012: 9). Mind Mapping ini akan membantu kita untuk mengingat secara detail dan lebih baik lagi. Karena dengan Mind Mapping kita belajar menggunakan otak kanan yang melibatkan imajinasi, visualisasi, kreativitas, dan berhubungan langsung dengan otak bawah sadar sehingga lebih mudah untuk diingat. Selain itu, dengan teknik belajar ini, pikiran kita akan fokus pada topik utama kemudian mengasosiasi dengan kata kunci tertentu dari sebuah pelajaran. Ini tentu akan mempermudah kita untuk mengingat karena kita fokus pada poin-poin penting dan menyimpulkannya ke dalam peta konsep sederhana.
Menghafal atau mengingat sebuah materi pada setiap mata pelajaran bukan hal yang mudah bagi setiap siswa. Dapat diketahui bahwa tingkat daya ingat siswa memiliki kadarnya masing-masing. Dalam mengingat atau menghafal para siswa menggunakan otak untuk berfikir dan setelah itu diproses untuk menyimpannya didalam memori. Namun, memori jangka pendek hanya mampu memberikan daya ingat dalam waktu yang pendek. Di dalam proses pembuatan Mind Mapping ini dapat mengaplikasikan dari Memori Jangka panjang. Memori jangka panjang didefinisikan oleh Atkinson dan Shiffrin (dalam King, 2010) sebagai suatu proses penyimpanan yang relatif permanen. Memori jangka panjang merupakan penyimpanan informasi yang mencakup pengalaman dan informasi hasil belajar yang dipertahankan dalam waktu yang lama untuk digunakan kembali apabila informasi tersebut diperlukan. Informasi yang dianggap penting atau menarik akan lebih diperhatikan dan diingat oleh individu dibandingkan informasi yang dianggap kurang penting atau tidak menarik (dalam Jayani & Hastjarjo, 2011). Dalam pembuatan Mind Mapping biasanya menggunakan media pulpen, spidol, pensil warna atau media lainnya yang berwarna agar tampilannya akan lebih menarik sehingga akan lebih diperhatikan dan mudah diingat.  
Adapun pemrosesan masuknya informasi (materi pelajaran) ke dalam Memori Jangka Panjang yaitu, Pertama membaca materi di salah satu mata pelajaran dan diterima oleh memori sensori dengan durasi penyimpanan sekitar satu detik. Kedua, mencari point penting atau kata kunci dari materi tersebut seperti meng-high lighting tulisan menggunakan media stabilo atau dengan media lain, lalu di transfer ke dalam memori jangka pendek dengan durasi penyimpanan selama 15-30 detik. Durasi penyimpanan dapat ditingkatkan dengan pengulangan. Dalam pembuatan Mind Mapping siswa akan mengulang menuliskan point penting atau kata kunci, yang dimana proses menulis ini membutuhkan koordinasi saraf sensori yang di perintahkan oleh otak untuk menggerakkan tangan (saraf motorik). Proses ini dapat meningkatkan daya ingat lebih lama dengan mencoba menghafal kata-kata yang lebih singkat, mudah dihafal serta mudah dipahami. Setelah itu di proses secara mendalam dengan makna atau dengan pengorganisasian yang akan ditransfer ke dalam tahap penyimpanan memori jangka panjang. Dengan metode mnemonic yaitu strategi mengingat berdasarkan ide bahwa memori yang berupa bacaan bisa ditingkatkan dengan cara mengorganisasikan bacaan tersebut secara sistematis dalam beberapa jaringan yang bermakna. Konsep Mind Mapping ini juga dibuat untuk dapat mengorganisasikan atau mengelompokkan dari setiap materi inti. Mind Mapping mampu membantu siswa untuk mengingat materi yang sudah dipelajari dengan melalui proses pemahaman terlebih dahulu.
Dalam pengukuran memori jangka panjang dapat diukur dengan mengadakan Ulangan Harian (exam) untuk me-recall dan merekognisi dari materi yang sudah dipelajari. Menurut Roediger & Karpicke (2006) frekuensi pemberian tes secara berulang akan mampu meningkatkan jangka panjang terhadap materi yang diberikan, jika dibandingkan membaca ulang materi.
Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk merealisasikan kurikulum 2013 karena teknik pembelajaran ini mampu melatih siswa dalam memahami setiap pokok bahasan dari masing-masing mata pelajaran dengan cara menuliskan kata kunci dari materi yang sudah dibaca. Selain itu, teknik ini juga dapat memberikan kemudahan dalam menghafal. Apabila siswa sudah mampu memahami suatu materi maka dapat diartikan pula bahwa siswa tersebut dengan mudah menghafal sebuah materi.
Sebaiknya, siswa menerapkan teknik pembelajaran Mind Mapping ini ke dalam kegiatan proses belajar. Untuk membantu mengurangi kendala para siswa dalam penerapan kurikulum 2013 saat ini. Dengan Mind Mapping ini siswa tidak hanya menghafal pada sebuah materi namun siswa juga mampu memahami. Selain itu, teknik ini dapat melatih siswa dalam meningkatkan kreativitas. Masing-masing siswa akan mempunyai HOTS (Higher Order Thinking Skills) sehingga siswa akan mampu berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan mampu berkolaborasi. Guru juga sebaiknya harus memfasilitasi siswa dengan mengajarkan cara mengintegrasikan atau mengaitkan Ilmu pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari agar siswa dapat memberikan inovasi-inovasi baru dalam mempertahankan dirinya.

PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI


(TUGAS)
“STRESS KERJA”




 Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Industri dan Organisasi 2
Dosen: Akhmad Baidun, M.Si. 

Disusun Oleh:
BETY NOSIANTI
NIM.11170700000054

JURUSAN PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019





BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia memiliki jumlah angkatan kerja mencapai 120,4 juta orang pada Februari 2012, atau bertambah sebesar 1,0 juta orang dibanding pada bulan Februari 2011, memiliki potensi kerugian yang sangat besar sebagai dampak dari stress kerja. Penelitian terhadap dampak stress kerja pada pekerja di Indonesia menunjukkan bahwa dampak dari stress kerja secara fisiologis, bisa hanya berupa gangguan tidur dan sakit kepala, hingga jantung koroner dan hipertensi. Selain itu ada pula absenteisme dan kecelakaan kerja yang di kalangan pekerja (Dikutip dari jurnal Fitri, 2013).
Stress berkaitan dengan ksehatan fisik dan mental, dan menurunnya kesediaan melakukan upaya baru dan kreatif. Kelelahan kerja (burnt out) dialami 25 persen sampai 40 persen para pekerja. Stress dapat berdampak negatif pada produktivitas. Depresi yang dirasakan karyawan, hanyalah salah satu jenis reaksi dari stress.
Stress merupakan bagian terpadu dari pekerjaan. Fakta itu tidak terbantahkan karena pada saat ini para karyawan di mana-mana tampaknya mengalami stress. Hal ini dapat kita ketahui dari fakta-fakta berikut:
Tingkat kematian pada karyawan/karyawati di Indonesia semakin mengkhawatirkan bahkan di setiap tahunnya selalu meningkat. Para karyawan ini mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Namun ada beberapa karyawan yang meninggal disebabkan karena tingkat kesehatan yang menurun. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan kerja serta menimbulkan stress kerja.
Pada tahun 2017 Nurmayanti menuliskan pada situs liputan 6.com mengenai karyawan yang bunuh diri dari perusahaan yang dipimpin oleh orang Jepang, diakibat karena terlalu berat bekerja. Hal ini terjadi karena pimpinan perusahaan menerapkan kebijakan lembur yang sangat panjang. Menurut data pemerintah, sekitar 2.000 orang meninggal dunia setiap tahun dengan cara bunuh diri karena terlalu banyak bekerja (Liputan 6.com).
Selanjutnya pada tahun 2018 dalam situs Wartakotalive.com menyatakan bahwa karyawati Bank BRI bunuh diri lantaran stress akibat tekanan keja. Berdasarkan kasus diatas para pekerja telah mengalami dampak psikologis yang cukup membahayakan karena sampai melakukan bunuh diri hanya karena stress dengan pekerjannya. Stres yang dialami oleh pekerja tersebut ialah sesuai dengan pengertian menurut Palupi (2003) yang menyatakan bahwa stres kerja merupakan ketegangan yang dengan mudah muncul akibat kejenuhan yang timbul dari beban kerja yang berlebihan, dan tuntutan tugas yang mendukung terjadinya hal tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor penunujang lainnya seperti halnya bertambahnya tanggung jawab tanpa adanya penambahan upah. Sehingga membuat para pekerja tidak dapat memenuhi kebutuhan hierarkinya berdasarkan teori Masslow. Diataranya mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan psikologis mereka seperti halnya pangan sandang dan papan.
Kasus akhir-akhir ini, berkaitan mengenai Pemilu tahun 2019 yaitu petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang meninggal dunia. Diduga faktor yang menyebabkan meninggal karena riwayat penyakit yang diderita sebelumnya oleh para petugas yang dipicu oleh faktor kelelahan kerja (Detik.com). Salah satu petugas KPPS di wilayah Bekasi, menceritakan bahwa tugasnya dalam membantu penyelenggaraan pemilu pada 17 April 2019 sangatlah berat dan melelahkan. Petugas KPPS itu harus bekerja lebih dari 24 jam pada hari pencoblosan itu. “Pas hari H, mulai jam 7 pagi, baru kelar jam 8 pagi besoknya. Kelar dalam artian kawal kotak suara sampai kelurahan,” tuturnya (Kumparan.com).
Berbagai lingkup kesehatan professional kesehatan telah luas menerima bahwa minimal dua pertiga dari semua penyakit yang diderita orang, sebenarnya disebabkan oleh pilihan gaya hidup yang dialami oleh orang-orang itu sendiri. Pilihan-pilihan ini berkaitan dengan nutrisi, merokok, kurangnya istirahat, relaksasi dan mencoba memaksa tubuh melakukan yang berlebihan, dan perlakuan-perlakuan tidak wajar lainnya terhadap tubuh. Orang yang mengalami tingkat stress yang tinggi telah diimplikasikan sebagai faktor penyebab dalam penyakit jantung, stroke, kanker, gangguan pernapasan, pengeroposan tulang, gangguan lambung, susah tidur (insomnia), gangguan psikologis (depresi, bunuh diri), penyakit psikosomatik, gangguan pada kulit, penyakit-penyakit kronis, dan rasa nyeri (Kaswan, 2017: 378-379).
Berdasarkan kasus-kasus di atas mengenai bunuh diri dan meninggal dunia pada karyawan yang mengalami stress kerja. Kasus ini pun dapat mempengaruhi bagi kemajuan suatu organisasi, karena suatu organisasi yang maju salah satunya harus adanya karyawan yang berkualitas. Untuk itu penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai stress kerja. Dan mencoba menelaah apakah karyawan yang mengalami stress kerja lalu meninggal dunia itu faktor utama penyebabnya karena kelelahan kerja atau ada faktor lain yang mempengaruhi serta apakah Hubungan Interpersonal dan beban kerja dapat memberikan dampak pada karyawan yang mengalami stress kerja untuk melakukan bunuh diri.


BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Pengertian Stres Kerja
Dr. Hans Selye, seorang pelopor besar dan pemimpin dalam bidang stress, menunjukkan bahwa ada dua jenis stress yaitu distress dan eustress. Distress muncul karena kita membenci pekerjaan kita, mengeluhkan berbagai tekanan kehidupan dan merasa bahwa kita adalah korban yang tidak berdaya. Eustress datang dari dorongan atau tekanan positif yang timbul karena adanya jarak antara kondisi kita sekarang dan tujuan yang ingin kita capai-sasaran, proyek atau penyebab lain yang bermakna, yang benar-benar menggerakkan kita dan mendulang bakat-bakat dan gairah kita; atau dengan kata lain, suara hati kita. Melalui penelitian empiris yang seksama, Dr. Hans Selye memperlihatkan bahwa eustress menopang kekebalan tubuh, meningkatkan jangka harapan hidup dan kenikmatan dalam hidup. Singkat kata seharusnya tidak menghindari stress jika hal itu merupakan jenis stress yang tepat, yakni eustress, karena hal itu akan memperkuat kita dan akan meningkatkan kapasitas kita. Tentu saja semua itu harus di seimbangkan dan diselaraskan dengan istirahat dan relaksasi yang tepat, yakni apa yang disebut dengan “manajemen stress” atau lebih tepat “manajemen eustress”. Selye menjelaskan bahwa kaum wanita rata-rata hidup tujuh tahun lebih lama daripada laki-laki karena sebab-sebab psikologis atau spiritual, bukan karena alasan fisiologis (Kaswan, 2017: 377-378).
Stress adalah aspek umum pengalaman pekerjaan, yang paling sering terungkap sebagai ketidakpuasan kerja, tetapi juga terungkap dalam keadaan afektif yang kuat – kemarahan, frustrasi, permusuhan dan kejengkelan. Respons yang lebih pasif juga umum, misalnya kejenuhan dan rasa bosan (tedium), kelelahan jiwa (burnout), kepenatan (fatigue), tidak berdaya, tidak ada harapan, kurang gairah, dan suasana jiwa depresi. Stress kerja adalah kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta ditandai oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka (Kaswan, 2017: 379).
Fincham dan Rhodes (dalam Munandar, 2001) mengasumsikan bahwa stres dapat disimpulkan dari gejala dan tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, merupakan hasil dari tidak atau kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadian, bakat, dan kecakapan) dan lingkungannya yang mengakibatkan ketidakmampuan dalam menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif. Selain itu, stres kerja (Robbins, 2008) dinyatakan sebagai suatu kondisi dinamik, dimana seseorang individu dihadapi dengan sebuah peluang, kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak pasti dan penting (Dikutip dari jurnal Baidun & Gumilang, 2014).
Mangkunegara (2008), mengemukakan bahwa stres kerja adalah suatu perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari sindrom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa santai, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan penceranaan (Dikutip dari jurnal Sabrina, 2017).
Menurut Rivai dan Jauvani (2009:108) mendefinisikan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi dimana timbulnya ketegangan fisik dan juga pikiran yang menyebabkan terjadinya kondisi yang tidak seimbang dan sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Dapat disimpulkan bahwa stress kerja merupakan suatu keadaan dimana individu sering merasakan suatu tekanantekanan akibat pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan sehingga tidak tercapai kepuasan dalam bekerja seperti yang diharapkan (Dikutip dari jurnal Pratiwi & Ardana, 2015).
Menurut Karasek (dalam Sulsky & Smith, 2005), stress kerja adalah sebagai interaksi yang muncul antara tuntutan psikologi pada suatu pekerjaan dengan kontrol terhadap pekerjaan tersebut dan dukungan sosial di tempat kerja, dimana tuntutan psikologi pada pekerjaan tinggi serta kontrol dan dukungan sosial di tempat kerja rendah (Dikutip dari jurnal Sipatu, 2013).
B.     Dimensi Stres Kerja
Dimensi itu mempunyai pengertian suatu batas yang mengisolir keberadaan sesuatu eksistensi. Dimensi dari stress kerja menurut Cooper (dikutip oleh Veithzal & Ella Jauvani Sagala, 2010:314), yaitu:
1.      Kondisi pekerjaan
a.       Beban kerja dalam faktor internal
b.      Beban kerja dalam faktor eksternal
c.       Jadwal kerja
2.      Peran
a.       Ketidak jelasan peran
3.      Faktor Interpersonal
a.       Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang baik
b.      Perhatian manajemen terhadap hasil kerja karyawan
4.      Perkembangan karier
a.       Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya
b.      Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya
c.       Keamanan pekerjaan
5.      Struktur organisasi
a.       Struktur organisasi membantu karyawan memahami lingkungan kerja
b.      Pengawasan jelas dan sesuai standar organisasi
c.       Keterlibatan dalam membuat keputusan
C.    Penyebab Stres Kerja
Penyebab stress atau stressor yang mempengaruhi karyawan berasal dari luar organisasi atau lingkungan, dari dalam organisasi, dari kelompok karyawan, atau/ dan karyawan itu sendiri (Kaswan, 2017: 380).
1.      Pertama, stressor lingkungan. Meskipun kebanyakan analisis stress kerja mengabaikan pentingnya kekuatan dan kejadian dari luar atau lingkungan tetapi ternyata hal itu mempunyai dampak yang luar biasa. Stressor lingkungan mencakup hal-hal seperti perubahan sosial atau teknologi, globalisasi, keluarga, relokasi, kondisi ekonomi dan keuangan serta kondisi tempat tinggal atau masyarakat. Perubahan sosial atau teknologi yang fenomenal mempunyai efek yang besar pada gaya hidup seseorang dan hal itu tentu saja terbawa ke dalam pekerjaan.
2.      Kedua, stressor organisasi. Stressor organisasi makro level dapat dikategorikan menjadi kebijakan dan strategi administrative, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kodisi kerja. Beberapa contoh khusus mengenai stressor organisasi mencakup tanggung jawab tanpa otoritas, ketidakmampuan menyuarakan keluhan, penghargaan yang tidak memadai dan kurangnya deskripsi kerja yang jelas atau menurunnya hubungan antar karyawan. Stressor organisasi makro level itu dapat berasal dari penyusutan karyawan, tekanan persaingan, relokasi dan lain-lain.
3.      Ketiga, stressor kelompok. Kelompok dapat menjadi sumber stress. Stressor kelompok dapat dikategorikan menjadi dua wilayah: kurangnya kohesivitas kelompok dan kurangnya dukungan sosial. Kohesivitas atau kebersamaan merupakan hal penting pada karyawan, terutama pada tingkat organisasi yang lebih rendah. Jika karyawan tidak mengalami kesempatan kebersamaan karena desain pekerjaan, karena penyelia melarang atau membatasinya, atau karena ada anggota kelompok yang menyingkirkan karyawan lain, kurangnya kohesivitas akan menyebabkan stress. Selain itu, karyawan sangat dipengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang kohesif. Dengan berbagi masalah dan kebahagiaan bersama-sama, mereka jauh lebih baik. Jika jenis dukungan sosial ini berkurang pada individu, maka situasi akan membuat stress. Terdapat penelitian yang mengindikasikan bahwa kurangnya dukungan sosial merupaka hal yang membuat stress hingga menyebabkan pengeluaran biaya perawatan kesehatan.
D.    Dampak Stress Kerja
Stres mempunyai berbagai macam dampak, baik bagi individu itu sendiri maupun bagi lingkungan di sekitarnya. Penyakit yang dapat diderita seseorang yang mengalami stres kronis atau menderita stres dalam waktu yang lama diantaranya adalah penyakit jantung, masalah pencernaan, kegemukan, gangguan memori, memburuknya kondisi kulit seperti eksim, dan lain sebagainya. Penelitian menunjukkan penyakit jantung dapat meningkat 23% pada pekerja yang mengalami stres secara kronis. Stres yang kronis akibat pekerjaan yang menumpuk dapat berdampak buruk bagi jantung, khususnya jika gaya hidup yang dimiliki juga tidak sehat. Menurut penelitian pekerja yang seringkali mengalami kematian karena penyakit jantung, serangan jantung nonfatal adalah para pekerja muda yang berusia di akhir 30 atau 40 tahun. Para pekerja muda yang dilaporkan mengalami stres memiliki resiko dua kali lebih tinggi terkena penyakit jantung daripada mereka yang tidak mengalami stres kerja (Dikutip dari jurnal Fitri, 2013).
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stress (flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres. Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang. Cox (dalam Martini & Fadli, 2010) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres, yaitu:
1.      Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah.
2.      Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu makan atau makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunnya semangat untuk berolahraga yang berakibat timbulnya beberapa penyakit. Pada saat stres juga terjadi peningkatan intensitas kecelakaan, baik di rumah, ditempat kerja atau di jalan.
3.      Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil kcputusan, kurangnya konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.
4.      Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya penyakit tertentu.
E.     Strategi Manajemen Stress (Kaswan, 2017: 381-387)
Dari sudut pandang organisasi, pemimpin mungkin tidak memperhatikan ketika karyawan mengalami stress dengan tingkat yang rendah sampai menengah. Alasannya adalah stress dengan tingkat seperti itu bisa bersifat fungsional dan membawa kinerja karyawan yang lebih tinggi. Tetapi tingkat stress yang tinggi, atau bahkan yang tingkat rendah yang berlangsung lama, dapat menurunkan kinerja karyawan, dan dengan demikian membutuhkan tindakan dari manajemen.
Meskipun jumlah stress yang terbatas bisa bermanfaatbagi kinerja karyawan, tetapi jangan berharap melihatnya seperti itu. Dari sudut pandang karyawan, bahkan tingkat stress yang rendah dipersepsi karyawan sebagai sesuatu yang tidak dikehendaki. Oleh Karena itu, karyawan dan pemimpin mungkin mempunyai persepsi yang berbeda mengenai stress. Untuk itu pendekatan manajemen stress, antara karyawan (atau dikenal pendekatan individual) dan manajemen (atau yang dikenal dengan pendekatan organisasi) berbeda.
Pemimpin harus memahami keadaan sebenarnya stress karena peran pemimpin itu sendiri juga bisa mendatangkan stress karena stress yang dialami pemimpin bisa merusak kinerja dan kesejahteraan pengikutnya. Untuk mencegah terjadinya stress yang berlebihan yang bisa merusak dimensi kehidupan anda sebagai pemimpin dan pengikut anda, sebaiknya anda memperhatikan beberapa strategi manajemen stress yang efektif.
a.       Mengidentifikasi Apa yang Menyebabkan Stress  
Pemimpin perlu mengidentifikasi apa yang menyebabkan stress. Sekilas hal ini mudah, tetapi kenyataannya tidak selalu demikian. Kadang-kadang masalahnya sudah jelas, meskipun solusinya tidak selalu demikian. Akan tetapi, tidak selalu mencari akar masalah. Jika masalah, atau akar masalah ditemukan, maka solusinya relative lebih mudah. Misalnya jika anda memiliki pekerjaan yang terlalu banyak dari bos anda, mungkin hal ini disebabkan sikap anda yang tidak tegas mengatakan “tidak” kepadanya.
b.      Mengelola Waktu secara Efektif
Banyak orang mengelola waktunya kurang baik. Hal-hal yang harus mereka selesaikan dalam hari atau minggu tertentu sering tidak selesai karena manajemen waktu yang kurang baik. Karyawan yang terorganisasi dengan baik dapat menyelesaikan pekerjaannya dua kali lebih banyak dari pada mereka yang tidak terorganisasi dengan baik. Beberapa prinsip manajemen waktu yang baik adalah:
1)      Membuat daftar aktivitas yang harus diselesaikan,
2)      Memprioritaskan aktivitas berdasarkan kepentingan dan urgensinya,
3)      Menjadwal aktivitas menurut prioritas yang ditetapkan,
4)      Mengetahui siklus harian dan menangani bagian pekerjaan yang paling sulit selama bagian siklus yang tinggi ketika anda paling siap dan produktif.
c.       Melakukan Olahraga dan Kebugaran Fisik
Olahraga dan kebugaran fisik dapat melindungi orang dari akibat buruk stress terhadap kesehatan. Banyak kajian menunjukkan orang yang berolahraga atau yang secara fisik bugar sering dilaporkan memiliki tingkat kecemasan, depresi, dan ketegangan dalam hidup yang lebih kecil daripada mereka yang tidak berolahraga dan kurang bugar. Olahraga non-kompetitif seperti aerobic berjalan, jogging, berenang dan bersepeda dianjurkan sebagai cara untuk mengatasi tingkat stress yang berlebihan. Bentuk-bentuk olahraga ini meningkatkan kapasitas jantung, kapasitas paru, baik untuk pernapasan, memberikan selingan mental dari tekanan pekerjaan dan memberikan sarana untuk rileks.  
d.      Melakukan relaksasi atau Peregangan
Relaksasi atau peregangan amat penting untuk memelihara tubuh agar menjadi sehat dan terlepas dari stress. Setelah peregangan, orang merasa lebih baik, yang memberikan dampak positif terhadap pikiran. Peregangan otot merupakan aktivitas yang ringan, terutama pada saat seseorang baru saja hendak mulai berlatih. Lakukan secara santai tanpa gerakan melompat. Tariklah napas sebelum melakukan peregangan, dan buanglah napas selama melakukannya. Pejamkan mata dan gunakan visualisasi. Pusatkan perhatian pada otot dan bagian-bagian yang sedang di regangkan. Bayangkan otot yang sedang meregang dan menjadi tegang. Biasakan melakukan ini paling tidak sekali sehari.  
e.       Tidur, Istirahat, dan Liburan
Tidur bagi manusia adalah hal yang sangat penting karena tidur mengendalikan kehidupan kita sehari-hari. Jika kita kekurangan tidur atau mengalami gangguan tidur maka hari-hari kita akan mmenjadi lambat dan kurang bergairah. Sebaliknya tidur yang cukup dan berkualitas akan membantu kita memiliki energy dan gairah dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Sesekali kita perlu istirahat agar dapat menata kembali dan mengatur kembali fokus dalam prioritas kita. Sesekali, pergilah rileks sejenak, sebab saat kita kembali bekerja penilaian kita bisa lebih pasti. Bekerja terus-menerus akan membuat kita kehilangan kemampuan untuk melakukan penilaian. Berpergianlah agak jauh, sebab dengan begitu, pekerjaan akan tampak lebih kecil dan lebih banyak yang bisa dicerna dalam selayang pandang. Liburan sangat penting dan bermanfaat bagi kita. Liburan bisa memberi kita kesempatan untuk menoleh ke belakang dan memandang ke depan, mengatur diri kita dengan kompas yang ada di dalam diri kita. Kadang-kadang hal mendesak dan penting yang mungkin bisa kita lakukan adalah beistirahat penuh.
Tidur adalah proses yang amat diperlukan oleh manusia untuk terjadinya pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak, memberi waktu organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimia tubuh. Hal penting yang terjadi pada saat kita tidur adalah menurunnya frekuensi gelombang otak. Jadi dengan memahami proses penurunan frekuensi gelombang otak, kita dapat melihat bahwa tidur memiliki beberapa tahapan, mulai dari kondisi relaksasi (gelombang alpha), tidur dengan mimpi (adanya REM-Rapid Eye Movement) atau dalam kondisi kreatif yaitu gelombang theta, dan tidur lelap tanpamimpi pada frekuensi gelombang delta. Jika kita dapat mengatur frekuensi gelombang otak kita sampai pada taraf gelombang delta, kita tidak memerlukan waktu tidur yang panjang, tetapi tidur yang berkualitas yaitu lelap tanpa mimpi. Jika kita sering berada dalam kondisi relaksasi, maka kita tidak memerlukan banyak tidur. Ketegangan dan stress membuat kita membutuhkan banyak tidur namun justru dalam kondisi tersebut kita menjadi susah tidur.
Kembangkan kebiasaan untuk tidur lebih cepat dan bangun lebih pagi. Hampir semua orang sukses mempraktikkan pesan orang tua: “Tidur lebih cepat dan bangun lebih pagi membuat seseorang lebih sehat, sejahtera, dan bijaksana.” Ketika anda bangun lebih pagi, anda akan memiliki waktu yang cukup lama untuk memikirkan hari ini dan merencanakan aktivitas kerja anda. Bangun lebih pagi memberi anda kesempatan untuk membaca, melakukan refleksi, dan bermeditasi. Bangun lebih pagi memungkin anda untuk bangun dan bekerja tanpa merasa tertekan untuk bangun dan bekerja tanpa merasa tertekan uuntuk secepatnya keluar dari rumah agar tiba di tempat kerja tepat waktu.
Kembangkan kebiasaan untuk menggunakan jam-jam pertama setiap hari untuk diri anda sendiri. Bacalah sesuatu yang inspiratif, yang memotivasi, atau edukatif. Henry Ward Beecher pernah menulis, “Jam pertama merupakan kemudian hari itu.” Ketika anda menggunakan jam pertama anda untuk diri anda sendiri, maka sisa hari anda akan terasa lebih lancar, dan akan terbentang dengan lebih efisiensi dan efektivitas yang tinggi.
f.       Bemeditasi
Meditasi mencakup relaksasi otot dan mental. Tujuan meditasi adalah untuk memperlambat dan menenangkan pikiran, dan pada saatnya, menenangkan tubuh. Jika anda dapat menenangkan pikiran, anda dapat mencapai perasaan damai dan tenang.
g.      Latihan Pernafasan
Pernafasan dan relaksasi jelas berhubungan erat satu sama lain. Bernafas dengan benar menjadi dasar kesehatan fisik dan mental. Kebanyakan orang bernafas dengan cepat, dangkal dan susah, Karena menggunakan sepertiga dari kapasitas paru-parunya. Kekurangan energi anda menjadi rendah, merasa pengap dan loyo. Surplus energy membuat anda gembira dan kuat, mejadi santai dan menghasilkan sikap positif, serta bebas stress.
h.      Memberi Dukungan Sosial
Dukungan sosial bisa menjadi sarana menurunkan stress. Dukungan sosial memberi anda seseorang yang mau mendengarkan masalah anda dan sudut pandang yang lebih objektif terhadap situasi. Riset menunjukkan bahwa mengantarai hubungan stress dan kelelahan mental. Yaitu semakin tinggi dukungan sosial menurunkan kemungkinan bahwa stress kerja berat menimbulkan kelelahan mental dalam pekerjaan.
Sebuah program pendidikan komunikasi yang menarik yang dikenal dengan Friends Can Be Good Meicine dikenalkan diseluruh negara bagian California. Tujuan utamanya adalah memberi informasi kepada masyarakat tentang manfaatnya hubungan yang mendukung untuk kesehatan mental dan fisik dan mendorong orang mengembangkan jaringan sosial.
Ketika hidup mendatangkan stress, orang yang kurang memiliki kontrol personal mungkin berhenti mencoba, dan berpikir. Mereka merasa tidak memiliki kekuatan dan control, mereka merasa tidak berdaya dan khawatir bahwa usaha mereka akan menemui kegagalan dan mendatangkan malu. Bantuan psikologis utama yang mereka butuhkan adalah meningkatkan self efficacy dan mengurangi kepasifan dan rasa tidak berdaya. Pandangan pesimistik meningkatkan potensi stress seseorang dan mempunyai pengaruh negatif terhadap kesehatannya.
Kontrol diri orang dapat ditingkatkan dengan memberikan dukungan, kasih sayang, rasa hormat, memberikan lingkungan yang merangsang, memberikan penghargaan atau pujian terhadap prestasinya, menetapkan standar kinerja dan perilaku yang masuk di akal yang dianggap seseorang sebagai tantangan, bukan ancaman. Dengan melakukan hal seperti itumungkin meningkatkan kontrol diri dan daya tahan psikologis seseorang, sehingga mampu mengatasi stresnya secara efektif. 
i.        Terapi Kognitif
Sejumlah psikolog klinis memasuki bidang stress dengan teknik terapi kognitif. Pendekatan ini berfokus pada restrukturisasi kognitif merupakan terapi rasional-emotif. Pendekatan ini di dasarkan pada pandangan bahwa stress kerap kali muncul dari cara berfikir yang salah atau tidak rasioanal. Cara berfikir ini mempengaruhi proses penilaian stress, meningkatkan anggapan ancaman atau kerusakan.
j.        Tertawa
Tertawa merupakan obat mujarab yang membuat kita sehat. Pepatah kuno yang mengatakan “Tertawa adalah obat terbaik” jauh lebih mendekati kebenaran daripada apa pun juga dalam dunia yang sarat dengan stress ini. Tak diragukan lagi bahwa tertawa akan mengurangi stress karena tertawa dapat menekan sejumlah hormone penyebab stress dalam darah kita. Dengan tertawa kita bernafas lebih cepat dan lebih dalam –mendekati terengah-engah- dan kita memasukkan lebih banyak oksigen, membersihkan paru-paru. Detak jantung kita dipercepat, dan kita mengirimkan lebih banyak oksigen ke seluruh tubuh. Akibatnya otot-otot tidak akan mengendur.
Tertawa telah dikaitkan dengan sejumlah imunoglobin (IGA) yang ditemukan dalam air liur kita. zat ini merupakan bagian dari sistem kekebalan alami tubuh yang menghindarkan serangan plek, influenza, dan gangguan pernapasan lainnya. Semakin banyak anda tertawa, semakin tinggi tingkat IGA. Tertawa juga menambah jumlah sel pembunuh alami lain yang dikenal sebagai sel-sel limpa atau sel T. orang yang lebih banyak tertawa akan memiliki lebih sedikit stress dan penyakit.
k.      Berdoa
Doa adalah kekuatan dasyat yang tak kasat mata. Kita harus sadar bahwa sebagai manusia, kita memiliki keterbatasan, termasuk didalamnya dalam mengendalikan stress. Ada kekuatan yang jauh lebih kuat dari kekuatan manusia. Allah menyatakan, “Minta tolonglah kamu dengan sabar dan sholat (berdoa)” atau “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginan mu kepada Allah dalam doa”.
l.        Menciptakan Lingkungan Kerja yang Nyaman
Strategi organisasi mengatasi stress dirancang untuk menghilangkan stressor tingkat organisasi untuk mencegah atau mengurang stress kerja pada karyawan individual. Dalam hal ini organisasi dapat mengatur kondisi fisik tempat kerja dari segi suhu, cahaya, suara, kualitas udara, kepadatan, isolasi, keamanan, dan kualitas ergonomis, semuanya menentukan bagaimana seseorang menjalani hari kerjanya. Selain itu organisasi perlu merancang pekerjaan dengan baik, agar tidak terlalu banyak beban pekerjaan dan tuntutan kepada karyawan.
Peralatan kerja juga harus diperhatikan, karena peralatan kerja yang memadai dan modern akan meningkatkan kecepatan dan produktivitas kerja. Manajemen yang sehat juga amat bermanfaat dalam mengurangi atau bahkan mencegak stress di tempat kerja. Atasan yang memiliki empati, pengertian, dan memiliki kepedulian dapat membuat karyawan merasa tenang dan nyaman. Hubungan kerja antara atasan, rekan kerja dan/ atau bawahan sangat besar manfaatnya dalam mengurangi atau mencegah stress. Hubungan kerja yang harmonis dan positif berdampak baik bagi perkembangan fisik dan mental karyawan. Selain itu, rasa aman dalam pekerjaan sangat dibutuhkan oleh karyawan untuk mengurangi stress kerja, karena perubahan yang terus menerus terjadi di tempat kerja telah menimbulkan stress dan rasa tidak aman yang terus menerus bagi banyak karyawan.
F.     Cara mengukur
Untuk mengukur stres kerja adalah indikator yang digunakan oleh Patricia (2006). dimana indikatornya antara lain : Fisiologis, Kognitif, Subyektif, Perilaku, dan Keorganisasian.
G.    Penelitian Kontemporer
1.      Hasil penelitian yang dilakukan oleh Raissa Sabrina (2017) tentang Hubungan antara Stress Kerja dan Kreativitas terhadap Prestasi Kerja pada Karyawan di Stasiun TVRI Kaltim menunjukkan bahwa dampak stres kerja terhadap individu adalah munculnya masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal. Masalah kesehatan seperti gejala Gangguan fisik misalnya: tekanan darah tinggi, penyakit jantung. Masalah psikologis seperti depresi, apatisme, reaksi emosional, kemarahan. Masalah dalam interaksi interpersonal yaitu terjadinya ketegangan dan konflik antara pihak pekerja dengan pihak manajemen dan terhambatnya kerja sama antara individu satu dengan yang lain.
2.      Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhini Rama Dhania (2010) tentang Pengaruh Stress Kerja terhadap Kepuasan Kerja (Studi pada Medical Representatif pada di Kota Kudus), menunjukkan bahwa pengaruh beban kerja terhadap stress kerja sebesar 2,5%. Dengan pengaruh yang sangat kecil tersebut, dapat diartikan bahwa tidak ada bentuk pengaruh beban kerja terhadap stres kerja, yang berarti semakin tinggi beban kerja, stres kerja yang dirasakan dapat tinggi ataupun rendah. Begitupun juga sebaliknya semakin kecil beban kerja yang ditanggung, stres kerja yang dirasakan dapat tinggi ataupun rendah.
3.      Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azizah Musliha Fitri (2013) tentang Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stress Kerja pada Karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank BMT), menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami stress kerja mengatakan bahwa gejala-gejala yang sering dialami adalah berupa gangguan tidur atau sulit tidur, sulit berkonsentrasi, dan perasaan lelah serta pusing.
4.      Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azizah Musliha Fitri (2013) tentang Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stress Kerja pada Karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank BMT), menunjukkan bahwa karyawan yang mengalami stress kerja sebagian besar adalah responden yang berumur muda dan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara beban kerja mental dengan stres kerja.
5.      Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azizah Musliha Fitri (2013) tentang Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stress Kerja pada Karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank BMT), menunjukkan bahwa karyawan Bank BMT yang mengalami stress kerja lebih banyak mempunyai hubungan interpersonal baik yakni sebanyak 57,9% jika dibandingkan dengan responden yang memiliki hubungan interpersonal yang sangat baik yaitu sebanyak 43,8%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik hubungan interpersonal yang dimiliki oleh responden maka semakin kecil kemungkinan untuk mengalami stres kerja. Dan juga menujukkan bahwa Dari responden yang memiliki peran individu baik, sebesar 64,7% mengalami stress kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin baik peran individu seorang pekerja maka semakin kecil kemungkinannya untuk mengalami stres di tempat kerja.
6.      Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lindanur Sipatu (2013) tentang Pengaruh Motivasi Stress Kerja terhadap Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Undata Palu, menunjukkan bahwa semakin tinggi stres maka kinerja juga semakin meningkat. Hal ini diduga bahwa adanya kerjasama yang baik antara sesama rekan kerja, saling mendukung dalam menyelesaikan tugas serta pembagian tugas yang jelas sehingga walaupun beban kerja yang tinggi tetapi selalu berupaya untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.

BAB III
PENELITIAN TERDAHULU
1.      Penelitian yang dilakukan oleh Kuan (1994), Bat (1995), Aun (1998) dan Yahya (1998) membuktikan bahwa beban kerja yang berlebih berpengaruh pada stres kerja. Selanjutnya, penelitian Widjaja (2006) menemukan bahwa beban pekerjaan yang terialu sulit untuk dikerjakan dan teknologi yang tidak menunjang untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik sering menjadi sumber stres bagi karyawan (Dikutip dari jurnal Dhania, 2010).
2.      Hasil penelitian dengan penelitian pada Perawat di tahun 2006, yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja (Dikutip dari jurnal Fitri, 2013).
3.      Hasil penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia tahun 2006, menyatakan bahwa terdapat 50,9% perawat mengalami stres kerja, dengan keluhan sering pusing, lelah, tidak ada istirahat, yang antara lain dikarenakan beban kerja yang terlalu tinggi dan pekerjaan yang menyita waktu (Dikutip dari jurnal Sipatu, 2013)
4.      Hasil penelitian Hente (2010) tentang pengaruh kepuasan kerja, stress kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai pada satker Rektorat Universitas Tadulako. Hasil penelitiannya bahwa stres kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai (Dikutip dari jurnal Sipatu, 2013).
5.      Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widodo Hariyono, dkk (2009) tentang Hubungan antara Beban Kerja, Stress Kerja dan Tingkat Konflik dengan Kelelahan Kerja Perawat di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta, menunjukkan bahwa stres kerja mempunyai hubungan yang signifikan dengan kelelahan kerja dan juga di dapatkan hasil bahwa beban kerja mempunyai hubungan yang signifikan juga dengan kelelahan kerja.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil perbandingan antara penelitian terdahulu dan penelitian kontemporer, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
Pada masa kini dapat disimpulkan dari penelitian menyatakan bahwa beban kerja tidak mempengaruhi stress kerja. Karena pada kenyataannya beban tidak selalu menjadi sumber penyebab stress, namun terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi stress kerja. Dimana faktor yang mempengaruhi stres kerja itu sendiri sangat banyak sekali dan juga tergantung dari persepsi individu dalam menghadapi suatu masalah. Pada saat ini beberapa individu yang menghadapi beban kerja seperti tugas yang sangat berat, lebih menunjukkan perasaan semangat karena dengan tuga ini maka dapat mengembangkan potensi dan merasa tertantang untuk dapat menyelesaikannya sehingga akan menujukkan sikap rajin dan giat dalam mencapai target yang telah ditugaskan. Sehingga individu yang demikian tidak merasakan stres dalam pekerjaannya tetapi merasa lebih bersemangat untuk bekerja memenuhi target dan kinerja yang baik.
Berdasarkan dari penelitian terdahulu dan penelitian kontemporer di simpulkan bahwa sebagian besar karyawan yang mengalami stress kerja merasakan kelelahan kerja dengan gejala-gejala yang sering dialami adalah berupa gangguan tidur atau sulit tidur, sulit berkonsentrasi, dan perasaan lelah serta pusing. Gejala-gejala ini dapat memicu menurunnya kondisi kesehatan tubuh sehingga akan berdampak besar pada karyawan yang memiliki riwayat penyakit kronis karena dapat menyebabkan kematian.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa hubungan interpersonal berkaitan dengan stress kerja, semakin baik hubungan interpersonal yang dimiliki oleh karyawan maka semakin kecil kemungkinan untuk mengalami stres kerja. Dalam kaitannya dengan penanganan stres kerja, kemampuan yang baik untuk mengungkapkan masalah dan persepsi tentang lingkungan di sekitarnya akan membantu karyawan dalam mengatasi tekanan-tekanan di lingkungan kerja sehingga akan mencegah munculnya stres kerja. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Dengan hubungan interpersonal yang baik maka setiap karyawan saling memberikan dukungan sosial, dan motivasi agar dapat menghindari dari stress kerja. 


B.     Saran
1.      Bagi semua masyarakat umum
Harus memahami mengenai strategi manajemen stress, yaitu mengidentifikasi apa yang menyebabkan stress; mengelola waktu secara efektif; melakukan olahraga dan kebugaran fisik; melakukan relaksasi atau peregangan; tidur, istirahat, dan liburan; bermeditasi; latihan pernapasan; memberi dukungan sosial; terapi kognitif; tertawa; berdoa; menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.
2.      Bagi Organisasi
Organisasi sebaiknya menyediakan program atau fasilitas, salah satu di antaranya adalah Program Bantuan Karyawan (Employee Assistance Programs) yang merupakan program yang dirancang untuk membantu karyawan menangani masalah-masalah fisik, mental, emosional (termasuk stress) yang dapat menurunkan kinerja.
3.      Bagi Pemimpin
Pemimpin harus mengerti dan memahami keadaan karyawan serta mencoba membantu karyawan dalam mengatasi masalah. Setidaknya pemimpin tidak menambah beban dengan memberikan tugas yang dapat memicu karyawan menjadi stress kerja. Pemimpin seharusnya mampu menciptakan kedekatan secara emosiaonal dengan karyawan. Selain itu, pemimpin harus menghargai proses kerja karyawan apapun itu hasilnya. Namun tetap bersikap tegas apabila karyawan melakukan pelanggaran yang mempengaruhi menurunnya kinerja misalnya dengan memberikan hukuman atau sanksi.
4.      Bagi Karyawan
Karyawan tetap harus optimis atau tidak mudah putus asa, dapat meningkatkan kepercayaan diri, dan meningkatkan spiritualitas dalam diri.



DAFTAR PUSTAKA
Kaswan, M.M. (2017). Psikologi Industri dan Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Dhania, D. R. (2010). Pengaruh Stres Kerja terhadap Kepuasaan Kerja (Studi pada Medical Representatif di Kota Kudus). Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus, Vol. 1 (1) : 15-23.
Baidun, A., & Gumilang, K.N.M. (2014). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stress Kerja terhadap Intensi Turnover. Jurnal of Psychology, Vol. 2 (2): 265-282.
Pratiwi, I. Y., & Ardana, I. K. (2015). Pengaruh Stress Kerja dan Komitmen Organisasional terhadap Intention to Quit Karyawan pada PT. BPR TISH Batu Bulan. E-jurnal Manajemen Unud, Vol. 4 (7): 2030-2051.
Fitri, M.A. (2013). Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stress Kerja pada Karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank BMT). Jurnal Kesehatan Masyarakat UNDIP, Vol. 2 (1).
Hariyono, W., Suryani, D., Wulandari, Y. (2009). Hubungan antara Beban Kerja, Stress Kerja, dan Tingkat Konflik dengan Kelelahan Kerja Perawat di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. Jurnal Kes Mas UAD, Vol. 3 (3): 186-232.
Sipatu, L. (2013). Pengaruh Motivasi, Lingkungan dan Stress Kerja terhadap Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Unadata Palu. E-jurnal Katologis. Vol. 1 (1): 147-158.
Revalicha, N.S. (2012). Perbedaan Stress Kerja ditinjau dari Sift Kerja pada Perawat di RSUD DR. Soetomo Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi. Vol. 1 (3): 163-171.
Sabrina, R. (2017). Hubungan antara Stress Kerja dan Kreativitas terhadap Prestasi Kerja pada Karyawan di Stasiun TVRI Kaltim. E-jurnal. FISIP-Unmul. Vol. 5 (1): 11-22.
Martini, N., & Fadli, D. A. (2010). Pengaruh Stress Kerja terhadap Motivasi Kerja Karyawan Struktural Universitas Singaperbangsa Karawang. Vol. 9 (17): 73-96.  
Sumber berita :



MENERAPKAN DISIPLIN POSITIF PADA ANAK

Assalamu'alaikum, sahabat pena.  Hallo guys, gimana kabarnya? Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat dan selalu bahagia,,,Aamiin. Lewa...