(TUGAS)
“STRESS
KERJA”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Psikologi Industri dan Organisasi 2
Dosen: Akhmad Baidun, M.Si.
Disusun Oleh:
BETY NOSIANTI
NIM.11170700000054
JURUSAN PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia memiliki jumlah angkatan kerja mencapai 120,4 juta
orang pada Februari 2012, atau bertambah sebesar 1,0 juta orang dibanding pada
bulan Februari 2011, memiliki potensi kerugian yang sangat besar sebagai dampak
dari stress kerja. Penelitian terhadap dampak stress kerja pada pekerja di
Indonesia menunjukkan bahwa dampak dari stress kerja secara fisiologis, bisa
hanya berupa gangguan tidur dan sakit kepala, hingga jantung koroner dan
hipertensi. Selain itu ada pula absenteisme dan kecelakaan kerja yang di
kalangan pekerja (Dikutip dari jurnal Fitri, 2013).
Stress berkaitan dengan ksehatan fisik dan mental,
dan menurunnya kesediaan melakukan upaya baru dan kreatif. Kelelahan kerja (burnt
out) dialami 25 persen sampai 40 persen para pekerja. Stress dapat berdampak
negatif pada produktivitas. Depresi yang dirasakan karyawan, hanyalah salah
satu jenis reaksi dari stress.
Stress merupakan bagian terpadu dari pekerjaan.
Fakta itu tidak terbantahkan karena pada saat ini para karyawan di mana-mana
tampaknya mengalami stress. Hal ini dapat kita ketahui dari fakta-fakta
berikut:
Tingkat kematian pada karyawan/karyawati di
Indonesia semakin mengkhawatirkan bahkan di setiap tahunnya selalu meningkat. Para
karyawan ini mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Namun ada beberapa
karyawan yang meninggal disebabkan karena tingkat kesehatan yang menurun. Hal
ini disebabkan karena adanya tekanan kerja serta menimbulkan stress kerja.
Pada tahun 2017 Nurmayanti menuliskan pada situs liputan
6.com mengenai karyawan yang bunuh diri dari perusahaan yang dipimpin oleh
orang Jepang, diakibat karena terlalu berat bekerja. Hal ini terjadi karena
pimpinan perusahaan menerapkan kebijakan lembur yang sangat panjang. Menurut
data pemerintah, sekitar 2.000 orang meninggal dunia setiap tahun dengan cara
bunuh diri karena terlalu banyak bekerja (Liputan 6.com).
Selanjutnya
pada tahun 2018 dalam situs Wartakotalive.com menyatakan bahwa karyawati
Bank BRI bunuh diri lantaran stress akibat tekanan keja. Berdasarkan kasus
diatas para pekerja telah mengalami dampak psikologis yang cukup membahayakan
karena sampai melakukan bunuh diri hanya karena stress dengan pekerjannya.
Stres yang dialami oleh pekerja tersebut ialah sesuai dengan pengertian menurut
Palupi (2003) yang menyatakan bahwa stres kerja merupakan ketegangan yang
dengan mudah muncul akibat kejenuhan yang timbul dari beban kerja yang
berlebihan, dan tuntutan tugas yang mendukung terjadinya hal tersebut. Selain
itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor penunujang lainnya seperti halnya bertambahnya
tanggung jawab tanpa adanya penambahan upah. Sehingga membuat para pekerja
tidak dapat memenuhi kebutuhan hierarkinya berdasarkan teori Masslow.
Diataranya mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan psikologis mereka seperti
halnya pangan sandang dan papan.
Kasus
akhir-akhir ini, berkaitan mengenai Pemilu tahun 2019 yaitu petugas KPPS
(Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang meninggal dunia. Diduga faktor
yang menyebabkan meninggal karena riwayat penyakit yang diderita sebelumnya
oleh para petugas yang dipicu oleh faktor kelelahan kerja (Detik.com). Salah
satu petugas KPPS di wilayah Bekasi, menceritakan bahwa
tugasnya dalam membantu penyelenggaraan pemilu pada 17 April 2019 sangatlah
berat dan melelahkan. Petugas KPPS itu harus bekerja lebih dari 24 jam pada
hari pencoblosan itu. “Pas hari H, mulai jam 7 pagi, baru kelar jam 8 pagi
besoknya. Kelar dalam artian kawal kotak suara sampai kelurahan,” tuturnya
(Kumparan.com).
Berbagai lingkup kesehatan professional kesehatan
telah luas menerima bahwa minimal dua pertiga dari semua penyakit yang diderita
orang, sebenarnya disebabkan oleh pilihan gaya hidup yang dialami oleh
orang-orang itu sendiri. Pilihan-pilihan ini berkaitan dengan nutrisi, merokok,
kurangnya istirahat, relaksasi dan mencoba memaksa tubuh melakukan yang
berlebihan, dan perlakuan-perlakuan tidak wajar lainnya terhadap tubuh. Orang
yang mengalami tingkat stress yang tinggi telah diimplikasikan sebagai faktor
penyebab dalam penyakit jantung, stroke, kanker, gangguan pernapasan,
pengeroposan tulang, gangguan lambung, susah tidur (insomnia), gangguan
psikologis (depresi, bunuh diri), penyakit psikosomatik, gangguan pada kulit,
penyakit-penyakit kronis, dan rasa nyeri (Kaswan, 2017: 378-379).
Berdasarkan kasus-kasus di atas mengenai bunuh diri
dan meninggal dunia pada karyawan yang mengalami stress kerja. Kasus ini pun
dapat mempengaruhi bagi kemajuan suatu organisasi, karena suatu organisasi yang
maju salah satunya harus adanya karyawan yang berkualitas. Untuk itu penulis
merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai stress kerja. Dan mencoba
menelaah apakah karyawan yang mengalami stress kerja lalu meninggal dunia itu
faktor utama penyebabnya karena kelelahan kerja atau ada faktor lain yang
mempengaruhi serta apakah Hubungan Interpersonal dan beban kerja dapat
memberikan dampak pada karyawan yang mengalami stress kerja untuk melakukan
bunuh diri.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian
Stres Kerja
Dr. Hans Selye, seorang pelopor besar dan pemimpin
dalam bidang stress, menunjukkan bahwa ada dua jenis stress yaitu distress dan
eustress. Distress muncul karena kita membenci pekerjaan kita, mengeluhkan
berbagai tekanan kehidupan dan merasa bahwa kita adalah korban yang tidak
berdaya. Eustress datang dari dorongan atau tekanan positif yang timbul karena
adanya jarak antara kondisi kita sekarang dan tujuan yang ingin kita
capai-sasaran, proyek atau penyebab lain yang bermakna, yang benar-benar
menggerakkan kita dan mendulang bakat-bakat dan gairah kita; atau dengan kata
lain, suara hati kita. Melalui penelitian empiris yang seksama, Dr. Hans Selye
memperlihatkan bahwa eustress menopang kekebalan tubuh, meningkatkan jangka
harapan hidup dan kenikmatan dalam hidup. Singkat kata seharusnya tidak
menghindari stress jika hal itu merupakan jenis stress yang tepat, yakni
eustress, karena hal itu akan memperkuat kita dan akan meningkatkan kapasitas
kita. Tentu saja semua itu harus di seimbangkan dan diselaraskan dengan
istirahat dan relaksasi yang tepat, yakni apa yang disebut dengan “manajemen
stress” atau lebih tepat “manajemen eustress”. Selye menjelaskan bahwa kaum
wanita rata-rata hidup tujuh tahun lebih lama daripada laki-laki karena
sebab-sebab psikologis atau spiritual, bukan karena alasan fisiologis (Kaswan,
2017: 377-378).
Stress adalah aspek umum pengalaman pekerjaan, yang
paling sering terungkap sebagai ketidakpuasan kerja, tetapi juga terungkap
dalam keadaan afektif yang kuat – kemarahan, frustrasi, permusuhan dan
kejengkelan. Respons yang lebih pasif juga umum, misalnya kejenuhan dan rasa
bosan (tedium), kelelahan jiwa (burnout), kepenatan (fatigue),
tidak berdaya, tidak ada harapan, kurang gairah, dan suasana jiwa depresi. Stress
kerja adalah kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan
serta ditandai oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari
fungsi normal mereka (Kaswan, 2017: 379).
Fincham dan Rhodes (dalam Munandar, 2001) mengasumsikan bahwa
stres dapat disimpulkan dari gejala dan tanda faal, perilaku, psikologikal dan
somatik, merupakan hasil dari tidak atau kurang adanya kecocokan antara orang
(dalam arti kepribadian, bakat, dan kecakapan) dan lingkungannya yang
mengakibatkan ketidakmampuan dalam menghadapi berbagai tuntutan terhadap
dirinya secara efektif. Selain itu, stres kerja (Robbins, 2008) dinyatakan
sebagai suatu kondisi dinamik, dimana seseorang individu dihadapi dengan sebuah
peluang, kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan
dan hasilnya dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak pasti dan penting
(Dikutip dari jurnal Baidun & Gumilang, 2014).
Mangkunegara (2008), mengemukakan bahwa stres kerja adalah suatu
perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja
ini tampak dari sindrom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang,
suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa santai,
cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan penceranaan
(Dikutip dari jurnal Sabrina, 2017).
Menurut Rivai dan Jauvani (2009:108) mendefinisikan bahwa stres
kerja merupakan suatu kondisi dimana timbulnya ketegangan fisik dan juga
pikiran yang menyebabkan terjadinya kondisi yang tidak seimbang dan sangat
mempengaruhi kinerja karyawan. Dapat disimpulkan bahwa stress kerja merupakan
suatu keadaan dimana individu sering merasakan suatu tekanantekanan akibat pekerjaan
yang diberikan oleh perusahaan sehingga tidak tercapai kepuasan dalam bekerja
seperti yang diharapkan (Dikutip dari jurnal Pratiwi & Ardana, 2015).
Menurut Karasek (dalam Sulsky & Smith, 2005), stress kerja
adalah sebagai interaksi yang muncul antara tuntutan psikologi pada suatu
pekerjaan dengan kontrol terhadap pekerjaan tersebut dan dukungan sosial di
tempat kerja, dimana tuntutan psikologi pada pekerjaan tinggi serta kontrol dan
dukungan sosial di tempat kerja rendah (Dikutip dari jurnal Sipatu, 2013).
B.
Dimensi
Stres Kerja
Dimensi itu mempunyai pengertian suatu batas yang
mengisolir keberadaan sesuatu eksistensi. Dimensi dari stress kerja menurut
Cooper (dikutip oleh Veithzal & Ella Jauvani Sagala, 2010:314), yaitu:
1.
Kondisi pekerjaan
a.
Beban kerja dalam faktor internal
b.
Beban kerja dalam faktor eksternal
c.
Jadwal kerja
2.
Peran
a.
Ketidak jelasan peran
3.
Faktor Interpersonal
a.
Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang baik
b.
Perhatian manajemen terhadap hasil kerja karyawan
4.
Perkembangan karier
a.
Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya
b.
Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya
c.
Keamanan pekerjaan
5.
Struktur organisasi
a.
Struktur organisasi membantu karyawan memahami lingkungan kerja
b.
Pengawasan jelas dan sesuai standar organisasi
c.
Keterlibatan dalam membuat keputusan
C.
Penyebab
Stres Kerja
Penyebab stress atau stressor yang mempengaruhi
karyawan berasal dari luar organisasi atau lingkungan, dari dalam organisasi,
dari kelompok karyawan, atau/ dan karyawan itu sendiri (Kaswan, 2017: 380).
1.
Pertama, stressor
lingkungan. Meskipun
kebanyakan analisis stress kerja mengabaikan pentingnya kekuatan dan kejadian
dari luar atau lingkungan tetapi ternyata hal itu mempunyai dampak yang luar
biasa. Stressor lingkungan mencakup hal-hal seperti perubahan sosial atau
teknologi, globalisasi, keluarga, relokasi, kondisi ekonomi dan keuangan serta
kondisi tempat tinggal atau masyarakat. Perubahan sosial atau teknologi yang
fenomenal mempunyai efek yang besar pada gaya hidup seseorang dan hal itu tentu
saja terbawa ke dalam pekerjaan.
2.
Kedua, stressor
organisasi. Stressor
organisasi makro level dapat dikategorikan menjadi kebijakan dan strategi
administrative, struktur dan desain organisasi, proses organisasi, dan kodisi
kerja. Beberapa contoh khusus mengenai stressor organisasi mencakup tanggung
jawab tanpa otoritas, ketidakmampuan menyuarakan keluhan, penghargaan yang
tidak memadai dan kurangnya deskripsi kerja yang jelas atau menurunnya hubungan
antar karyawan. Stressor organisasi makro level itu dapat berasal dari
penyusutan karyawan, tekanan persaingan, relokasi dan lain-lain.
3.
Ketiga, stressor
kelompok. Kelompok dapat menjadi
sumber stress. Stressor kelompok dapat dikategorikan menjadi dua wilayah:
kurangnya kohesivitas kelompok dan kurangnya dukungan sosial. Kohesivitas atau
kebersamaan merupakan hal penting pada karyawan, terutama pada tingkat
organisasi yang lebih rendah. Jika karyawan tidak mengalami kesempatan
kebersamaan karena desain pekerjaan, karena penyelia melarang atau
membatasinya, atau karena ada anggota kelompok yang menyingkirkan karyawan
lain, kurangnya kohesivitas akan menyebabkan stress. Selain itu, karyawan
sangat dipengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang kohesif. Dengan berbagi
masalah dan kebahagiaan bersama-sama, mereka jauh lebih baik. Jika jenis
dukungan sosial ini berkurang pada individu, maka situasi akan membuat stress.
Terdapat penelitian yang mengindikasikan bahwa kurangnya dukungan sosial
merupaka hal yang membuat stress hingga menyebabkan pengeluaran biaya perawatan
kesehatan.
D.
Dampak
Stress Kerja
Stres mempunyai berbagai macam dampak, baik bagi individu itu
sendiri maupun bagi lingkungan di sekitarnya. Penyakit yang dapat diderita
seseorang yang mengalami stres kronis atau menderita stres dalam waktu yang
lama diantaranya adalah penyakit jantung, masalah pencernaan, kegemukan,
gangguan memori, memburuknya kondisi kulit seperti eksim, dan lain sebagainya.
Penelitian menunjukkan penyakit jantung dapat meningkat 23% pada pekerja yang
mengalami stres secara kronis. Stres yang kronis akibat pekerjaan yang menumpuk
dapat berdampak buruk bagi jantung, khususnya jika gaya hidup yang dimiliki
juga tidak sehat. Menurut penelitian pekerja yang seringkali mengalami kematian
karena penyakit jantung, serangan jantung nonfatal adalah para pekerja muda
yang berusia di akhir 30 atau 40 tahun. Para pekerja muda yang dilaporkan
mengalami stres memiliki resiko dua kali lebih tinggi terkena penyakit jantung
daripada mereka yang tidak mengalami stres kerja (Dikutip dari jurnal Fitri,
2013).
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis
maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha
mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stress
(flight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi
ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan atau
sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang.
Cox (dalam Martini & Fadli, 2010) membagi empat jenis konsekuensi yang
dapat ditimbulkan stres, yaitu:
1.
Pengaruh
psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kebosanan, depresi, kelelahan,
kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah.
2.
Pengaruh
perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu makan atau
makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunnya semangat untuk
berolahraga yang berakibat timbulnya beberapa penyakit. Pada saat stres juga
terjadi peningkatan intensitas kecelakaan, baik di rumah, ditempat kerja atau
di jalan.
3.
Pengaruh
kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil kcputusan, kurangnya konsentrasi, dan
peka terhadap ancaman.
4.
Pengaruh
fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa
penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya penyakit
tertentu.
E.
Strategi
Manajemen Stress (Kaswan, 2017: 381-387)
Dari sudut pandang organisasi, pemimpin mungkin tidak memperhatikan ketika
karyawan mengalami stress dengan tingkat yang rendah sampai menengah. Alasannya
adalah stress dengan tingkat seperti itu bisa bersifat fungsional dan membawa
kinerja karyawan yang lebih tinggi. Tetapi tingkat stress yang tinggi, atau
bahkan yang tingkat rendah yang berlangsung lama, dapat menurunkan kinerja
karyawan, dan dengan demikian membutuhkan tindakan dari manajemen.
Meskipun jumlah stress yang terbatas bisa bermanfaatbagi kinerja
karyawan, tetapi jangan berharap melihatnya seperti itu. Dari sudut pandang
karyawan, bahkan tingkat stress yang rendah dipersepsi karyawan sebagai sesuatu
yang tidak dikehendaki. Oleh Karena itu, karyawan dan pemimpin mungkin
mempunyai persepsi yang berbeda mengenai stress. Untuk itu pendekatan manajemen
stress, antara karyawan (atau dikenal pendekatan individual) dan manajemen
(atau yang dikenal dengan pendekatan organisasi) berbeda.
Pemimpin harus memahami keadaan sebenarnya stress karena peran pemimpin
itu sendiri juga bisa mendatangkan stress karena stress yang dialami pemimpin
bisa merusak kinerja dan kesejahteraan pengikutnya. Untuk mencegah terjadinya
stress yang berlebihan yang bisa merusak dimensi kehidupan anda sebagai
pemimpin dan pengikut anda, sebaiknya anda memperhatikan beberapa strategi
manajemen stress yang efektif.
a.
Mengidentifikasi Apa yang Menyebabkan Stress
Pemimpin perlu mengidentifikasi apa yang menyebabkan
stress. Sekilas hal ini mudah, tetapi kenyataannya tidak selalu demikian.
Kadang-kadang masalahnya sudah jelas, meskipun solusinya tidak selalu demikian.
Akan tetapi, tidak selalu mencari akar masalah. Jika masalah, atau akar masalah
ditemukan, maka solusinya relative lebih mudah. Misalnya jika anda memiliki
pekerjaan yang terlalu banyak dari bos anda, mungkin hal ini disebabkan sikap
anda yang tidak tegas mengatakan “tidak” kepadanya.
b.
Mengelola Waktu secara Efektif
Banyak orang mengelola waktunya kurang baik. Hal-hal
yang harus mereka selesaikan dalam hari atau minggu tertentu sering tidak
selesai karena manajemen waktu yang kurang baik. Karyawan yang terorganisasi
dengan baik dapat menyelesaikan pekerjaannya dua kali lebih banyak dari pada
mereka yang tidak terorganisasi dengan baik. Beberapa prinsip manajemen waktu
yang baik adalah:
1)
Membuat daftar aktivitas yang harus diselesaikan,
2)
Memprioritaskan aktivitas berdasarkan kepentingan dan urgensinya,
3)
Menjadwal aktivitas menurut prioritas yang ditetapkan,
4)
Mengetahui siklus harian dan menangani bagian pekerjaan yang paling sulit
selama bagian siklus yang tinggi ketika anda paling siap dan produktif.
c.
Melakukan Olahraga dan Kebugaran Fisik
Olahraga dan kebugaran fisik dapat melindungi orang
dari akibat buruk stress terhadap kesehatan. Banyak kajian menunjukkan orang
yang berolahraga atau yang secara fisik bugar sering dilaporkan memiliki
tingkat kecemasan, depresi, dan ketegangan dalam hidup yang lebih kecil
daripada mereka yang tidak berolahraga dan kurang bugar. Olahraga
non-kompetitif seperti aerobic berjalan, jogging, berenang dan bersepeda
dianjurkan sebagai cara untuk mengatasi tingkat stress yang berlebihan.
Bentuk-bentuk olahraga ini meningkatkan kapasitas jantung, kapasitas paru, baik
untuk pernapasan, memberikan selingan mental dari tekanan pekerjaan dan
memberikan sarana untuk rileks.
d.
Melakukan relaksasi atau Peregangan
Relaksasi atau peregangan amat penting untuk
memelihara tubuh agar menjadi sehat dan terlepas dari stress. Setelah
peregangan, orang merasa lebih baik, yang memberikan dampak positif terhadap
pikiran. Peregangan otot merupakan aktivitas yang ringan, terutama pada saat seseorang
baru saja hendak mulai berlatih. Lakukan secara santai tanpa gerakan melompat.
Tariklah napas sebelum melakukan peregangan, dan buanglah napas selama
melakukannya. Pejamkan mata dan gunakan visualisasi. Pusatkan perhatian pada
otot dan bagian-bagian yang sedang di regangkan. Bayangkan otot yang sedang
meregang dan menjadi tegang. Biasakan melakukan ini paling tidak sekali sehari.
e.
Tidur, Istirahat, dan Liburan
Tidur bagi manusia adalah hal yang sangat penting
karena tidur mengendalikan kehidupan kita sehari-hari. Jika kita kekurangan
tidur atau mengalami gangguan tidur maka hari-hari kita akan mmenjadi lambat
dan kurang bergairah. Sebaliknya tidur yang cukup dan berkualitas akan membantu
kita memiliki energy dan gairah dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Sesekali kita perlu istirahat agar dapat menata
kembali dan mengatur kembali fokus dalam prioritas kita. Sesekali, pergilah
rileks sejenak, sebab saat kita kembali bekerja penilaian kita bisa lebih
pasti. Bekerja terus-menerus akan membuat kita kehilangan kemampuan untuk
melakukan penilaian. Berpergianlah agak jauh, sebab dengan begitu, pekerjaan
akan tampak lebih kecil dan lebih banyak yang bisa dicerna dalam selayang
pandang. Liburan sangat penting dan bermanfaat bagi kita. Liburan bisa memberi
kita kesempatan untuk menoleh ke belakang dan memandang ke depan, mengatur diri
kita dengan kompas yang ada di dalam diri kita. Kadang-kadang hal mendesak dan
penting yang mungkin bisa kita lakukan adalah beistirahat penuh.
Tidur adalah proses yang amat diperlukan oleh
manusia untuk terjadinya pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel
tubuh yang rusak, memberi waktu organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk
menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimia tubuh. Hal penting yang terjadi
pada saat kita tidur adalah menurunnya frekuensi gelombang otak. Jadi dengan
memahami proses penurunan frekuensi gelombang otak, kita dapat melihat bahwa
tidur memiliki beberapa tahapan, mulai dari kondisi relaksasi (gelombang
alpha), tidur dengan mimpi (adanya REM-Rapid Eye Movement) atau dalam
kondisi kreatif yaitu gelombang theta, dan tidur lelap tanpamimpi pada
frekuensi gelombang delta. Jika kita dapat mengatur frekuensi gelombang otak
kita sampai pada taraf gelombang delta, kita tidak memerlukan waktu tidur yang
panjang, tetapi tidur yang berkualitas yaitu lelap tanpa mimpi. Jika kita
sering berada dalam kondisi relaksasi, maka kita tidak memerlukan banyak tidur.
Ketegangan dan stress membuat kita membutuhkan banyak tidur namun justru dalam
kondisi tersebut kita menjadi susah tidur.
Kembangkan kebiasaan untuk tidur lebih cepat dan
bangun lebih pagi. Hampir semua orang sukses mempraktikkan pesan orang tua:
“Tidur lebih cepat dan bangun lebih pagi membuat seseorang lebih sehat,
sejahtera, dan bijaksana.” Ketika anda bangun lebih pagi, anda akan memiliki
waktu yang cukup lama untuk memikirkan hari ini dan merencanakan aktivitas
kerja anda. Bangun lebih pagi memberi anda kesempatan untuk membaca, melakukan
refleksi, dan bermeditasi. Bangun lebih pagi memungkin anda untuk bangun dan
bekerja tanpa merasa tertekan untuk bangun dan bekerja tanpa merasa tertekan
uuntuk secepatnya keluar dari rumah agar tiba di tempat kerja tepat waktu.
Kembangkan kebiasaan untuk menggunakan jam-jam
pertama setiap hari untuk diri anda sendiri. Bacalah sesuatu yang inspiratif,
yang memotivasi, atau edukatif. Henry Ward Beecher pernah menulis, “Jam pertama
merupakan kemudian hari itu.” Ketika anda menggunakan jam pertama anda untuk
diri anda sendiri, maka sisa hari anda akan terasa lebih lancar, dan akan
terbentang dengan lebih efisiensi dan efektivitas yang tinggi.
f.
Bemeditasi
Meditasi mencakup relaksasi otot dan mental. Tujuan
meditasi adalah untuk memperlambat dan menenangkan pikiran, dan pada saatnya,
menenangkan tubuh. Jika anda dapat menenangkan pikiran, anda dapat mencapai
perasaan damai dan tenang.
g.
Latihan Pernafasan
Pernafasan dan relaksasi jelas berhubungan erat satu
sama lain. Bernafas dengan benar menjadi dasar kesehatan fisik dan mental.
Kebanyakan orang bernafas dengan cepat, dangkal dan susah, Karena menggunakan
sepertiga dari kapasitas paru-parunya. Kekurangan energi anda menjadi rendah,
merasa pengap dan loyo. Surplus energy membuat anda gembira dan kuat, mejadi
santai dan menghasilkan sikap positif, serta bebas stress.
h.
Memberi Dukungan Sosial
Dukungan sosial bisa menjadi sarana menurunkan
stress. Dukungan sosial memberi anda seseorang yang mau mendengarkan masalah
anda dan sudut pandang yang lebih objektif terhadap situasi. Riset menunjukkan
bahwa mengantarai hubungan stress dan kelelahan mental. Yaitu semakin tinggi
dukungan sosial menurunkan kemungkinan bahwa stress kerja berat menimbulkan
kelelahan mental dalam pekerjaan.
Sebuah program pendidikan komunikasi yang menarik
yang dikenal dengan Friends Can Be Good Meicine dikenalkan diseluruh
negara bagian California. Tujuan utamanya adalah memberi informasi kepada
masyarakat tentang manfaatnya hubungan yang mendukung untuk kesehatan mental
dan fisik dan mendorong orang mengembangkan jaringan sosial.
Ketika hidup mendatangkan stress, orang yang kurang
memiliki kontrol personal mungkin berhenti mencoba, dan berpikir. Mereka merasa
tidak memiliki kekuatan dan control, mereka merasa tidak berdaya dan khawatir
bahwa usaha mereka akan menemui kegagalan dan mendatangkan malu. Bantuan psikologis
utama yang mereka butuhkan adalah meningkatkan self efficacy dan mengurangi
kepasifan dan rasa tidak berdaya. Pandangan pesimistik meningkatkan potensi
stress seseorang dan mempunyai pengaruh negatif terhadap kesehatannya.
Kontrol diri orang dapat ditingkatkan dengan
memberikan dukungan, kasih sayang, rasa hormat, memberikan lingkungan yang
merangsang, memberikan penghargaan atau pujian terhadap prestasinya, menetapkan
standar kinerja dan perilaku yang masuk di akal yang dianggap seseorang sebagai
tantangan, bukan ancaman. Dengan melakukan hal seperti itumungkin meningkatkan
kontrol diri dan daya tahan psikologis seseorang, sehingga mampu mengatasi
stresnya secara efektif.
i.
Terapi Kognitif
Sejumlah psikolog klinis memasuki bidang stress
dengan teknik terapi kognitif. Pendekatan ini berfokus pada restrukturisasi
kognitif merupakan terapi rasional-emotif. Pendekatan ini di dasarkan pada
pandangan bahwa stress kerap kali muncul dari cara berfikir yang salah atau
tidak rasioanal. Cara berfikir ini mempengaruhi proses penilaian stress,
meningkatkan anggapan ancaman atau kerusakan.
j.
Tertawa
Tertawa merupakan obat mujarab yang membuat kita
sehat. Pepatah kuno yang mengatakan “Tertawa adalah obat terbaik” jauh lebih
mendekati kebenaran daripada apa pun juga dalam dunia yang sarat dengan stress
ini. Tak diragukan lagi bahwa tertawa akan mengurangi stress karena tertawa
dapat menekan sejumlah hormone penyebab stress dalam darah kita. Dengan tertawa
kita bernafas lebih cepat dan lebih dalam –mendekati terengah-engah- dan kita
memasukkan lebih banyak oksigen, membersihkan paru-paru. Detak jantung kita
dipercepat, dan kita mengirimkan lebih banyak oksigen ke seluruh tubuh.
Akibatnya otot-otot tidak akan mengendur.
Tertawa telah dikaitkan dengan sejumlah imunoglobin
(IGA) yang ditemukan dalam air liur kita. zat ini merupakan bagian dari
sistem kekebalan alami tubuh yang menghindarkan serangan plek, influenza, dan
gangguan pernapasan lainnya. Semakin banyak anda tertawa, semakin tinggi
tingkat IGA. Tertawa juga menambah jumlah sel pembunuh alami lain yang dikenal
sebagai sel-sel limpa atau sel T. orang yang lebih banyak tertawa akan memiliki
lebih sedikit stress dan penyakit.
k.
Berdoa
Doa adalah kekuatan dasyat yang tak kasat mata. Kita
harus sadar bahwa sebagai manusia, kita memiliki keterbatasan, termasuk
didalamnya dalam mengendalikan stress. Ada kekuatan yang jauh lebih kuat dari
kekuatan manusia. Allah menyatakan, “Minta tolonglah kamu dengan sabar dan
sholat (berdoa)” atau “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga,
tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginan mu kepada Allah dalam doa”.
l.
Menciptakan Lingkungan Kerja yang Nyaman
Strategi organisasi mengatasi stress dirancang untuk
menghilangkan stressor tingkat organisasi untuk mencegah atau mengurang stress
kerja pada karyawan individual. Dalam hal ini organisasi dapat mengatur kondisi
fisik tempat kerja dari segi suhu, cahaya, suara, kualitas udara, kepadatan,
isolasi, keamanan, dan kualitas ergonomis, semuanya menentukan bagaimana
seseorang menjalani hari kerjanya. Selain itu organisasi perlu merancang
pekerjaan dengan baik, agar tidak terlalu banyak beban pekerjaan dan tuntutan
kepada karyawan.
Peralatan kerja juga harus diperhatikan, karena peralatan kerja yang
memadai dan modern akan meningkatkan kecepatan dan produktivitas kerja.
Manajemen yang sehat juga amat bermanfaat dalam mengurangi atau bahkan mencegak
stress di tempat kerja. Atasan yang memiliki empati, pengertian, dan memiliki
kepedulian dapat membuat karyawan merasa tenang dan nyaman. Hubungan kerja
antara atasan, rekan kerja dan/ atau bawahan sangat besar manfaatnya dalam
mengurangi atau mencegah stress. Hubungan kerja yang harmonis dan positif
berdampak baik bagi perkembangan fisik dan mental karyawan. Selain itu, rasa
aman dalam pekerjaan sangat dibutuhkan oleh karyawan untuk mengurangi stress
kerja, karena perubahan yang terus menerus terjadi di tempat kerja telah
menimbulkan stress dan rasa tidak aman yang terus menerus bagi banyak karyawan.
F.
Cara
mengukur
Untuk
mengukur stres kerja adalah indikator yang digunakan oleh Patricia (2006).
dimana indikatornya antara lain : Fisiologis, Kognitif, Subyektif, Perilaku,
dan Keorganisasian.
G.
Penelitian
Kontemporer
1.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Raissa Sabrina (2017) tentang Hubungan
antara Stress Kerja dan Kreativitas terhadap Prestasi Kerja pada Karyawan di
Stasiun TVRI Kaltim menunjukkan bahwa dampak
stres kerja terhadap individu adalah munculnya masalah yang berhubungan dengan
kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal. Masalah kesehatan seperti
gejala Gangguan fisik misalnya: tekanan darah tinggi, penyakit jantung. Masalah
psikologis seperti depresi, apatisme, reaksi emosional, kemarahan. Masalah
dalam interaksi interpersonal yaitu terjadinya ketegangan dan konflik antara
pihak pekerja dengan pihak manajemen dan terhambatnya kerja sama antara
individu satu dengan yang lain.
2.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dhini Rama Dhania (2010) tentang Pengaruh
Stress Kerja terhadap Kepuasan Kerja (Studi pada Medical Representatif pada di Kota
Kudus), menunjukkan bahwa pengaruh beban kerja
terhadap stress kerja sebesar 2,5%. Dengan pengaruh yang sangat kecil tersebut,
dapat diartikan bahwa tidak ada bentuk pengaruh beban kerja terhadap stres
kerja, yang berarti semakin tinggi beban kerja, stres kerja yang dirasakan
dapat tinggi ataupun rendah. Begitupun juga sebaliknya semakin kecil beban
kerja yang ditanggung, stres kerja yang dirasakan dapat tinggi ataupun rendah.
3.
Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Azizah Musliha Fitri (2013) tentang Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stress Kerja pada Karyawan Bank (Studi pada
Karyawan Bank BMT), menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang
mengalami stress kerja mengatakan bahwa gejala-gejala yang sering dialami
adalah berupa gangguan tidur atau sulit tidur, sulit berkonsentrasi, dan
perasaan lelah serta pusing.
4.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Azizah Musliha Fitri (2013) tentang Analisis
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stress Kerja pada Karyawan Bank
(Studi pada Karyawan Bank BMT), menunjukkan bahwa karyawan yang mengalami
stress kerja sebagian besar adalah responden yang berumur muda dan menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara beban kerja mental dengan stres kerja.
5.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Azizah Musliha Fitri (2013) tentang Analisis
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stress Kerja pada Karyawan Bank
(Studi pada Karyawan Bank BMT), menunjukkan bahwa karyawan Bank BMT yang
mengalami stress kerja lebih banyak mempunyai hubungan interpersonal baik yakni
sebanyak 57,9% jika dibandingkan dengan responden yang memiliki hubungan
interpersonal yang sangat baik yaitu sebanyak 43,8%. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin baik hubungan interpersonal yang dimiliki oleh responden maka semakin
kecil kemungkinan untuk mengalami stres kerja. Dan juga menujukkan bahwa Dari
responden yang memiliki peran individu baik, sebesar 64,7% mengalami stress
kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin baik peran individu seorang
pekerja maka semakin kecil kemungkinannya untuk mengalami stres di tempat
kerja.
6.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Lindanur Sipatu (2013) tentang Pengaruh
Motivasi Stress Kerja terhadap Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Undata
Palu, menunjukkan bahwa semakin tinggi stres maka kinerja juga semakin
meningkat. Hal ini diduga bahwa adanya kerjasama yang baik antara sesama rekan
kerja, saling mendukung dalam menyelesaikan tugas serta pembagian tugas yang
jelas sehingga walaupun beban kerja yang tinggi tetapi selalu berupaya untuk
melaksanakan pekerjaan dengan baik.
BAB
III
PENELITIAN TERDAHULU
1.
Penelitian
yang dilakukan oleh Kuan (1994), Bat (1995), Aun (1998) dan Yahya (1998)
membuktikan bahwa beban kerja yang berlebih berpengaruh pada stres kerja.
Selanjutnya, penelitian Widjaja (2006) menemukan bahwa beban pekerjaan yang
terialu sulit untuk dikerjakan dan teknologi yang tidak menunjang untuk
melaksanakan pekerjaan dengan baik sering menjadi sumber stres bagi karyawan (Dikutip
dari jurnal Dhania, 2010).
2.
Hasil
penelitian dengan penelitian pada Perawat di tahun 2006, yang menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja yang menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja
(Dikutip dari jurnal Fitri, 2013).
3.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia tahun 2006,
menyatakan bahwa terdapat 50,9% perawat mengalami stres kerja, dengan keluhan
sering pusing, lelah, tidak ada istirahat, yang antara lain dikarenakan beban
kerja yang terlalu tinggi dan pekerjaan yang menyita waktu (Dikutip dari jurnal
Sipatu, 2013)
4.
Hasil
penelitian Hente (2010) tentang pengaruh kepuasan kerja, stress kerja dan
motivasi kerja terhadap kinerja pegawai pada satker Rektorat Universitas
Tadulako. Hasil penelitiannya bahwa stres kerja secara parsial berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai (Dikutip dari jurnal Sipatu,
2013).
5.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Widodo Hariyono, dkk (2009) tentang Hubungan
antara Beban Kerja, Stress Kerja dan Tingkat Konflik dengan Kelelahan Kerja
Perawat di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta, menunjukkan
bahwa stres kerja mempunyai hubungan yang signifikan dengan kelelahan kerja dan
juga di dapatkan hasil bahwa beban kerja mempunyai hubungan yang signifikan
juga dengan kelelahan kerja.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil perbandingan antara penelitian terdahulu dan
penelitian kontemporer, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
Pada
masa kini dapat disimpulkan dari penelitian menyatakan bahwa beban kerja tidak
mempengaruhi stress kerja. Karena pada kenyataannya beban tidak selalu menjadi
sumber penyebab stress, namun terdapat faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi stress kerja. Dimana faktor yang mempengaruhi stres kerja itu
sendiri sangat banyak sekali dan juga tergantung dari persepsi individu dalam
menghadapi suatu masalah. Pada saat ini beberapa individu yang menghadapi beban
kerja seperti tugas yang sangat berat, lebih menunjukkan perasaan semangat karena
dengan tuga ini maka dapat mengembangkan potensi dan merasa tertantang untuk
dapat menyelesaikannya sehingga akan menujukkan sikap rajin dan giat dalam
mencapai target yang telah ditugaskan. Sehingga individu yang demikian tidak
merasakan stres dalam pekerjaannya tetapi merasa lebih bersemangat untuk
bekerja memenuhi target dan kinerja yang baik.
Berdasarkan
dari penelitian terdahulu dan penelitian kontemporer di simpulkan bahwa sebagian besar karyawan yang mengalami stress kerja merasakan
kelelahan kerja dengan gejala-gejala yang sering dialami adalah berupa gangguan
tidur atau sulit tidur, sulit berkonsentrasi, dan perasaan lelah serta pusing.
Gejala-gejala ini dapat memicu menurunnya kondisi kesehatan tubuh sehingga akan
berdampak besar pada karyawan yang memiliki riwayat penyakit kronis karena
dapat menyebabkan kematian.
Dari
penelitian dapat disimpulkan bahwa hubungan interpersonal berkaitan dengan
stress kerja, semakin baik hubungan interpersonal yang dimiliki oleh karyawan
maka semakin kecil kemungkinan untuk mengalami stres kerja. Dalam kaitannya
dengan penanganan stres kerja, kemampuan yang baik untuk mengungkapkan masalah
dan persepsi tentang lingkungan di sekitarnya akan membantu karyawan dalam
mengatasi tekanan-tekanan di lingkungan kerja sehingga akan mencegah munculnya
stres kerja. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap
sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Dengan hubungan
interpersonal yang baik maka setiap karyawan saling memberikan dukungan sosial,
dan motivasi agar dapat menghindari dari stress kerja.
B.
Saran
1.
Bagi semua masyarakat umum
Harus memahami mengenai strategi manajemen stress, yaitu mengidentifikasi
apa yang menyebabkan stress; mengelola waktu secara efektif; melakukan olahraga
dan kebugaran fisik; melakukan relaksasi atau peregangan; tidur, istirahat, dan
liburan; bermeditasi; latihan pernapasan; memberi dukungan sosial; terapi
kognitif; tertawa; berdoa; menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.
2.
Bagi Organisasi
Organisasi sebaiknya menyediakan program atau fasilitas, salah satu di
antaranya adalah Program Bantuan Karyawan (Employee Assistance Programs)
yang merupakan program yang dirancang untuk membantu karyawan menangani
masalah-masalah fisik, mental, emosional (termasuk stress) yang dapat menurunkan
kinerja.
3.
Bagi Pemimpin
Pemimpin harus mengerti dan memahami keadaan karyawan serta mencoba
membantu karyawan dalam mengatasi masalah. Setidaknya pemimpin tidak menambah
beban dengan memberikan tugas yang dapat memicu karyawan menjadi stress kerja.
Pemimpin seharusnya mampu menciptakan kedekatan secara emosiaonal dengan
karyawan. Selain itu, pemimpin harus menghargai proses kerja karyawan apapun
itu hasilnya. Namun tetap bersikap tegas apabila karyawan melakukan pelanggaran
yang mempengaruhi menurunnya kinerja misalnya dengan memberikan hukuman atau
sanksi.
4.
Bagi Karyawan
Karyawan tetap harus optimis atau tidak mudah putus asa, dapat
meningkatkan kepercayaan diri, dan meningkatkan spiritualitas dalam diri.
DAFTAR PUSTAKA
Kaswan,
M.M. (2017). Psikologi Industri dan Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Dhania, D. R. (2010). Pengaruh Stres Kerja terhadap Kepuasaan Kerja
(Studi pada Medical Representatif di Kota Kudus). Jurnal Psikologi Universitas
Muria Kudus, Vol. 1 (1) : 15-23.
Baidun, A., & Gumilang, K.N.M. (2014). Pengaruh Kepuasan Kerja dan
Stress Kerja terhadap Intensi Turnover. Jurnal of Psychology, Vol. 2 (2):
265-282.
Pratiwi, I. Y., & Ardana, I. K. (2015). Pengaruh Stress Kerja dan Komitmen
Organisasional terhadap Intention to Quit Karyawan pada PT. BPR TISH Batu
Bulan. E-jurnal Manajemen Unud, Vol. 4 (7): 2030-2051.
Fitri, M.A. (2013). Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Stress Kerja pada Karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank BMT). Jurnal
Kesehatan Masyarakat UNDIP, Vol. 2 (1).
Hariyono, W., Suryani, D., Wulandari, Y. (2009). Hubungan antara Beban
Kerja, Stress Kerja, dan Tingkat Konflik dengan Kelelahan Kerja Perawat di
Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. Jurnal Kes Mas UAD, Vol.
3 (3): 186-232.
Sipatu, L. (2013). Pengaruh Motivasi, Lingkungan dan Stress Kerja
terhadap Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Unadata Palu. E-jurnal
Katologis. Vol. 1 (1): 147-158.
Revalicha, N.S. (2012). Perbedaan Stress Kerja ditinjau dari Sift
Kerja pada Perawat di RSUD DR. Soetomo Surabaya. Jurnal Psikologi Industri
dan Organisasi. Vol. 1 (3): 163-171.
Sabrina, R. (2017). Hubungan antara Stress Kerja dan Kreativitas
terhadap Prestasi Kerja pada Karyawan di Stasiun TVRI Kaltim. E-jurnal.
FISIP-Unmul. Vol. 5 (1): 11-22.
Martini, N., & Fadli, D. A. (2010). Pengaruh Stress Kerja terhadap
Motivasi Kerja Karyawan Struktural Universitas Singaperbangsa Karawang. Vol.
9 (17): 73-96.
Sumber berita :